Siapa Mafia Mafia di Balik Aksi Anarkis Disebut Prabowo ?

Iklan Honda

JAKARTA — Presiden Prabowo Subianto melontarkan pernyataan keras setelah gelombang demonstrasi di sejumlah daerah berujung bentrokan dan pembakaran kantor DPRD, termasuk di Makassar dan Surabaya. Dalam pidatonya di RS Polri Kramat Jati, Senin (1/9), Prabowo menegaskan dirinya “siap menghadapi mafia-mafia” yang dituding berada di balik kerusuhan.

“Saya akan hadapi mafia-mafia itu. Sekuat apa pun mereka, demi rakyat dan demi negara,” tegas Prabowo dengan nada tinggi. (Liputan6, 1/9/2025)

Namun, Prabowo tidak menyebut nama, kelompok, atau afiliasi politik yang ia maksud. Sejumlah analis menilai, istilah “mafia” menjadi semacam kode politik yang menyasar jejaring kepentingan besar di balik aksi protes dan kerusuhan.

Indikasi Makar dan Terorisme

Prabowo menilai, gelombang unjuk rasa pada 29–31 Agustus 2025 yang awalnya menolak kenaikan tunjangan DPR telah disusupi pihak-pihak yang punya agenda lain. Dari data Mabes Polri, tercatat 1.240 orang ditangkap di Jakarta, Makassar, Medan, dan Surabaya atas dugaan melakukan tindak anarkis, termasuk pembakaran kantor DPRD.

Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengungkapkan, aparat telah mengantongi nama-nama aktor intelektual dan penyandang dana di balik kerusuhan.

“Indikasi pendanaan sudah ada. Kami sedang mengembangkan penyelidikan terhadap jejaring yang memprovokasi kerusuhan,” ujar Kapolri.

(JawaPos, 1/9/2025)

Namun, hingga kini belum ada satu pun nama tokoh, korporasi, atau partai politik yang diumumkan secara resmi.

“Mafia” Versi Prabowo

Bukan kali pertama Presiden Prabowo menyebut kata “mafia”. Dalam Pidato Kenegaraan 15 Agustus 2025, ia menuding adanya “mafia-mafia sektor strategis” yang merugikan negara:

Mafia tambang ilegal – menguasai lebih dari 1.063 tambang tanpa izin resmi, menyebabkan kerugian negara hingga Rp126 triliun per tahun.

Mafia pangan & beras – memainkan stok dan harga pangan demi kepentingan kelompok tertentu.

Mafia sawit dan migas – menguasai distribusi minyak sawit dan energi, membuat harga minyak goreng dan BBM fluktuatif. (CNN Indonesia)

Kini, istilah “mafia” kembali ia pakai dalam konteks aksi anarkis DPRD. Namun, belum jelas apakah jejaring “mafia” yang dimaksud Prabowo sama dengan oligarki lama yang ia kritik, atau kelompok baru yang terlibat dalam pendanaan kerusuhan.

Tiga ASN Tewas, DPRD Terbakar

Puncak kerusuhan terjadi di Makassar pada 29 Agustus 2025. Gedung DPRD Kota Makassar habis terbakar. Tiga Aparatur Sipil Negara (ASN) dilaporkan tewas terjebak di lantai dua saat massa menyerang. Kementerian PANRB menyampaikan duka mendalam dan menjanjikan hak-hak korban akan ditanggung negara.

“Kami memastikan seluruh hak keluarga korban akan dipenuhi,” kata Menteri PANRB, Rini Widyantini.

(Kompas)

berpendapat

Kasus ini membuat eskalasi politik memanas. Desakan kepada Kapolri untuk mengusut tuntas jaringan dalang aksi semakin menguat.

Kritik Amnesty International

Pernyataan Prabowo soal “mafia” dan “makar” menuai reaksi dari Amnesty International Indonesia. Menurut Amnesty, pelabelan makar terhadap demonstran terlalu berlebihan dan bisa melemahkan kebebasan berpendapat.

“Kami khawatir narasi makar dan terorisme dipakai untuk membungkam suara publik,” ujar Usman Hamid, Direktur Amnesty.

(CNN Indonesia)

Menurut Tempo Insight: Ada Dua Skenario

Berdasarkan temuan sementara dan keterangan sejumlah sumber di internal Polri dan BIN yang dihimpun Tempo, ada dua kemungkinan besar:

1. Skenario Politik

Ada indikasi kelompok elite memanfaatkan kemarahan publik untuk menggoyang pemerintahan. Beberapa sumber menyebut keterlibatan jejaring bisnis lama yang sebelumnya terpinggirkan.

2. Skenario Ekonomi

Aksi protes ditunggangi jaringan mafia sektor energi dan pangan yang ingin melemahkan kebijakan pembatasan ekspor sawit dan penertiban tambang ilegal.

Namun, tanpa bukti resmi, skenario ini masih sebatas analisis. Aparat diminta segera merilis hasil investigasi agar publik tidak terjebak pada spekulasi politik.

Pernyataan Prabowo soal “mafia-mafia” membuka babak baru eskalasi politik dan hukum di Indonesia. Sampai hari ini:

Identitas “mafia” belum diumumkan, Polri dan TNI tengah memburu aktor intelektual, Amnesty mengingatkan bahaya pelabelan makar berlebihan, Kerugian negara dan korban jiwa terus bertambah

Publik kini menanti bukti konkret, bukan sekadar retorika politik. Pertanyaan kunci masih sama: siapa sebenarnya “mafia” yang akan dihadapi Prabowo?

JUM / SYUKRI / IBNU / BERBAGAI SUMBER