Fenomena “Wartawan & LSM Gadungan” di Maros: Teror Baru bagi Sekolah, Kantor Desa, dan Pelaku Usaha

Iklan Honda

MAROS — Minimnya lapangan pekerjaan di Kabupaten Maros membuat sebagian warga memilih “jalan pintas” untuk mencari nafkah. Fenomena ini semakin mengkhawatirkan setelah maraknya warga yang secara tiba-tiba mengaku sebagai anggota LSM, aktivis mahasiswa, atau bahkan wartawan hanya dengan modal ID card tanpa legalitas jelas.

Mereka kerap mendatangi sekolah, kantor desa, kantor camat, instansi pemerintah pada umumnya, hingga perusahaan swasta dengan dalih melakukan investigasi, advokasi, atau kontrol sosial.

Namun, dalam praktiknya, sebagian besar aktivitas tersebut berujung pada pemaksaan, intimidasi, dan permintaan sejumlah uang dari pihak yang didatangi.

“Awalnya datang mengaku melakukan kontrol sosial, tapi kemudian mereka menakut-nakuti dengan ancaman akan mempublikasikan isu negatif. Kalau tidak memberi ‘uang damai’, mereka bikin laporan atau bikin gaduh di media sosial,” ujar salah satu kepala sekolah di Maros yang enggan disebutkan namanya, Jumat (22/8).

Perusahaan dan Instansi Pemerintah Dibuat Resah

Fenomena ini juga membuat sejumlah perusahaan swasta di Maros merasa tertekan. Pelaku usaha mengaku sering menjadi target “investigasi abal-abal” yang ujung-ujungnya diminta uang kompensasi agar namanya tidak dibawa ke media atau di beritakan.

Melanggar Aturan Hukum

Perilaku semacam ini jelas melanggar peraturan perundang-undangan. Ada sejumlah pasal yang dapat menjerat pelaku:

1. Pasal 368 KUHP — tentang pemerasan

“Barang siapa dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa seseorang dengan ancaman untuk memberikan sesuatu, diancam pidana penjara paling lama 9 tahun.”

2. UU Pers No. 40 Tahun 1999

Pasal 18 ayat (1) menegaskan, wartawan tanpa perusahaan pers berbadan hukum dan tidak terverifikasi tidak memiliki kewenangan melakukan peliputan resmi. Menyalahgunakan atribut pers untuk pemerasan dapat dipidana penjara 2 tahun atau denda hingga Rp500 juta.

3. UU No. 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Ormas)

LSM yang tidak berbadan hukum atau melakukan tindakan melawan hukum bisa dibubarkan dan pimpinan ormasnya dipidana penjara hingga 5 tahun.

4. UU Minerba No. 3 Tahun 2020

Setiap pihak yang menjadi pembeking atau memfasilitasi penambangan ilegal bisa dikenakan pidana penjara maksimal 5 tahun dan denda Rp100 miliar.

Pemerintah Diminta Bertindak Tegas

Aktivis antikorupsi dan pakar hukum menilai, praktik seperti ini akan menciptakan iklim ketakutan bagi birokrasi dan pelaku usaha. Pemerintah daerah bersama aparat penegak hukum diminta membentuk Satuan Tugas Pengawasan Ormas dan Pers untuk menertibkan “wartawan gadungan” dan LSM ilegal.

“Kontrol sosial itu penting, tapi harus profesional dan sesuai aturan. Kalau ini dibiarkan, akan merusak kepercayaan publik terhadap pers, LSM, dan aparat penegak hukum,” kata seorang pengusaha yang enggang disebut namanya.

JUM