JAKARTA — Wakil Ketua Umum sekaligus Ketua Fraksi Partai Demokrat DPR RI, Edhie Baskoro Yudhoyono (Ibas), memastikan partainya terbuka dan siap membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset. Namun, ia menegaskan bahwa proses pembahasan tak bisa berjalan sepihak. Pemerintah diminta segera memberi sinyal dan mengajukan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) agar DPR bisa menindaklanjutinya.
“RUU Perampasan Aset sudah masuk Prolegnas 2024–2029. Kami di parlemen terbuka dan siap membahasnya, tetapi tentu perlu sinergi dengan pemerintah. DPR tidak bisa bekerja sendirian,” kata Ibas di Kompleks Parlemen, Senayan, Senin (1/9).
Demokrat Dorong Pemerintah Ambil Langkah Konkret
Ibas menegaskan, pemerintah memegang peran penting untuk mempercepat proses pembahasan. Menurutnya, hingga kini DPR masih menunggu Surat Presiden (Surpres) dan DIM yang menjadi syarat pembahasan di tingkat Baleg dan Komisi III.
“Kami menunggu keseriusan pemerintah. Kalau pemerintah siap, maka DPR siap. Semakin cepat dibahas, semakin cepat rakyat mendapatkan kepastian hukum,” tegasnya.
Partai Demokrat, lanjut Ibas, berkomitmen mendorong penuntasan RUU ini karena dianggap penting untuk pemberantasan korupsi dan pengembalian aset negara yang dirampas secara ilegal.
Pemerintah Siap, Tapi Tunggu DPR
Dari pihak pemerintah, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Yusril Ihza Mahendra menegaskan eksekutif siap membahas RUU kapan saja DPR menyatakan kesiapannya.
“Pemerintah tidak keberatan membahas RUU ini karena urgensinya besar, terutama untuk memperkuat upaya pemberantasan korupsi dan memastikan aset negara kembali,” kata Yusril dalam konferensi pers di Jakarta.
Namun, Yusril menegaskan bahwa pembahasan RUU harus dilakukan secara hati-hati karena menyangkut perlindungan hak asasi manusia dan kepastian hukum bagi pihak yang terlibat.
Revisi KUHAP Jadi Penghalang Utama
Meskipun ada dukungan politik yang cukup kuat, RUU Perampasan Aset belum bisa dibahas dalam waktu dekat. Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, menyebut proses ini bergantung pada selesainya Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
“RUU Perampasan Aset berkaitan erat dengan KUHP, KUHAP, dan UU Tipikor. Jadi kami harus selesaikan revisi KUHAP dulu supaya tidak tumpang tindih,” jelas Dasco.
Jika revisi KUHAP selesai tahun ini, RUU Perampasan Aset akan menjadi prioritas utama DPR pada awal 2026.
Demokrat Siapkan Diskusi Publik
Sementara itu, Herman Khaeron, anggota Fraksi Demokrat, mengatakan partainya berencana menggelar diskusi terbuka dengan akademisi, praktisi hukum, dan masyarakat sipil untuk mengkaji pasal-pasal krusial dalam RUU tersebut.
“Partai Demokrat akan memotori diskusi publik supaya pembahasan RUU ini lebih transparan, akuntabel, dan berpihak pada kepentingan rakyat,” ujarnya.
Latar Belakang RUU Perampasan Aset
RUU Perampasan Aset sudah masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2024–2029 dan menempati peringkat kelima dalam daftar prioritas menengah. RUU ini bertujuan memberikan kewenangan kepada aparat penegak hukum untuk merampas aset hasil tindak pidana tanpa menunggu vonis pidana inkrah, selama terdapat bukti kuat keterkaitan aset dengan tindak kejahatan.
Namun, sejumlah pihak mengingatkan bahwa pembahasan harus dilakukan dengan hati-hati karena berpotensi menimbulkan kriminalisasi dan penyalahgunaan wewenang jika tidak disertai mekanisme kontrol yang ketat.
Peta Politik DPR
Selain Partai Demokrat, sejumlah fraksi lain seperti Golkar, PDIP, PKB, dan PAN juga mendukung percepatan pembahasan RUU ini. Namun, terdapat perbedaan pandangan mengenai mekanisme perampasan aset dan perlindungan hak pemilik sah.
Badan Legislasi (Baleg) DPR sendiri membuka peluang memasukkan RUU ini ke dalam prioritas utama Prolegnas 2025 bila pemerintah segera mengirimkan DIM.
JUM / BERBAGAI SUMBER