MAROS— Lembaga Pemerhati Hukum dan Lingkungan Hidup (LPHLH) menyoroti kembali kerusakan tanggul Sungai Maros yang tak kunjung ditangani secara serius oleh pemerintah. Kerusakan tanggul yang telah terjadi puluhan tahun di sejumlah titik dinilai berpotensi menimbulkan bencana banjir besar apabila terus dibiarkan.
Tanggul di Dusun Lekoala dan Dusun Tembange, Desa Borikamase, diketahui mengalami kerusakan sejak 1980 dan belum pernah direhabilitasi secara permanen. Kondisi serupa terlihat di Kelurahan Bajubodoa, Lingkungan Betang, Kecamatan Maros Baru, yang tanggulnya jebol pada 2023 namun hingga kini belum mendapatkan penanganan tuntas.
Sekretaris Jenderal LPHLH, Hamzah, menilai kerusakan berlarut ini sebagai bentuk kelalaian pemerintah di berbagai tingkatan. Ia menyebut masyarakat berada dalam ancaman serius setiap musim hujan.
“Setiap hujan deras, debit air Sungai Maros selalu meluap. Ribuan hektar sawah dan tambak warga tergenang. Ini bukan hanya soal teknis, tetapi menunjukkan lemahnya pengawasan dan tanggung jawab pemerintah terhadap keselamatan rakyat,” kata Hamzah di Maros, Rabu (12/11/2025).
Dampak Lingkungan Dinilai Makin Parah
LPHLH juga menemukan sejumlah aktivitas pertambangan yang dinilai memperburuk kondisi Daerah Aliran Sungai (DAS) Maros. Aktivitas penambangan tanah timbunan di Kecamatan Tanralili dan galian C di Sungai Tompobulu serta wilayah sekitarnya disebut makin marak, bahkan sebagian diduga merupakan penambangan tanpa izin (PETI).
Hamzah menegaskan bahwa aktivitas tersebut berpotensi memperparah pendangkalan sungai dan meningkatkan risiko banjir.
“Kegiatan tambang liar harus segera dihentikan. Tidak boleh ada pembiaran atas nama ekonomi. Dampaknya sudah nyata: kerusakan lingkungan dan kerugian masyarakat,” ujarnya.
LPHLH Desak Penanganan Komprehensif
LPHLH meminta BBWS Pompengan Jeneberang, Dinas PUPR Provinsi Sulsel, dan Pemerintah Kabupaten Maros untuk segera mengambil langkah terpadu. Sejumlah tindakan dianggap wajib dilakukan, antara lain:
Rehabilitasi total tanggul jebol di Dusun Lekoala, Dusun Tembange, dan Bajubodoa;
Normalisasi sungai dan saluran air;
Penertiban tambang liar di sekitar DAS;
Penegakan hukum terhadap pelaku penambangan tanpa izin.
Hamzah menilai penanganan yang lambat dapat menimbulkan kerugian lebih besar bagi warga.
“Jika kondisi ini terus dibiarkan, masyarakat bukan hanya kehilangan panen dan tambak, tetapi juga kepercayaan terhadap pemerintah. Sungai Maros adalah nadi kehidupan warga, bukan tempat menumpuk kepentingan,” tutupnya.
AGUNG SANRIMA























