MAKASSAR — Rencana pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) di kawasan Kelurahan Bira, Kecamatan Tamalanrea, kembali menuai sorotan tajam. Setelah sebelumnya masyarakat yang tergabung dalam Koalisi Gerakan Rakyat Menolak Lokasi PLTSa (GERAM PLTSa) menyampaikan surat pemberitahuan aksi ke Polrestabes Makassar, kini Wali Kota Makassar Munafri Arifuddin (Appi) secara terbuka menyatakan dukungannya terhadap aspirasi warga yang menolak proyek tersebut.
Munafri menegaskan, Pemerintah Kota Makassar mendukung penuh aksi penolakan warga dan berkomitmen mengajukan kajian ulang terhadap lokasi proyek PLTSa Tamalanrea. Menurutnya, proyek yang telah dimenangkan oleh PT Sumber Utama Sejahtera (PT SUS) itu akan dikaji kembali bersama Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk memastikan kelayakan lokasi dan dampak ekologisnya.
“Kami mendukung penuh aksi warga Tamalanrea. Pemerintah kota meminta agar diberikan kesempatan bertemu langsung dengan Menteri Lingkungan Hidup dan pihak PT SUS untuk mengkaji ulang rencana pembangunan di Kelurahan Bira,” ujar Munafri kepada wartawan di Balai Kota, Senin (20/10/2025).
Sementara itu, H. Akbar, Koordinator Aliansi GERAM PLTSa, menegaskan bahwa lokasi PLTSa saat ini merupakan usulan pejabat wali kota sebelumnya, yang kemudian masuk ke daftar Proyek Strategis Nasional (PSN).
Menurut Akbar, proyek ini berpotensi menimbulkan masalah baru karena kapasitas sampah yang akan dibakar mencapai 1.300 ton per hari, sementara volume sampah Makassar hanya sekitar 1.000 ton per hari — dan dari jumlah itu, sampah non-organik yang dapat dibakar hanya sekitar 500 ton per hari.
“Artinya ada kelebihan 800 ton yang tidak jelas sumbernya. Kalau itu dipaksakan, dikhawatirkan akan berdampak pada pencemaran udara dan kesehatan masyarakat di sekitar Tamalanrea,” tegas Akbar.
Munafri juga mengakui bahwa proyek PLTSa tersebut telah dilegalisasi melalui keputusan presiden, sehingga setiap perubahan lokasi memerlukan kajian lingkungan (AMDAL) baru yang dapat merevisi keputusan tersebut.
“Kami tidak menolak program nasionalnya. Tapi kalau lokasi di Tamalanrea terbukti tidak layak secara ekologis, maka opsi pemindahan ke kawasan TPA Antang bisa menjadi solusi kompromi antara warga dan pemerintah kota,” tambah Munafri.
Sejumlah pemerhati lingkungan menyambut positif sikap tegas wali kota itu. Mereka menilai, langkah Pemkot Makassar menunjukkan adanya kesadaran baru terhadap risiko proyek energi berbasis pembakaran sampah yang dapat menghasilkan emisi berbahaya jika tidak dikelola dengan teknologi tinggi dan sistem filtrasi modern.
Aksi demonstrasi penolakan PLTSa sendiri dijadwalkan berlangsung pada Selasa, 21 Oktober 2025, pukul 09.00 WITA, di depan Kantor Gubernur Sulsel, Kantor Wali Kota Makassar, dan depan Grand Eterno Tamalanrea.
Sedikitnya 300 peserta dari berbagai elemen masyarakat Tamalanrea diperkirakan hadir membawa tuntutan agar proyek tersebut tidak dipaksakan di lokasi padat penduduk.
Proyek PLTSa Makassar sejatinya bertujuan mengurangi timbunan sampah dan menghasilkan energi alternatif. Namun, tanpa perhitungan kapasitas sampah yang realistis dan analisis dampak lingkungan yang transparan, proyek ini berpotensi menjadi bom ekologis baru di tengah kota.
Jika pemerintah pusat serius menegakkan prinsip keberlanjutan, maka dialog terbuka antara warga, Pemkot, PT SUS, dan KLHK wajib dilakukan sebelum pembangunan dimulai.
MUH ARFAH I JUM
 
			 
                                 
		    


 
                                



















