Oleh Redaksi Metrosulsel.com
Ada sesuatu yang busuk tapi rapi dalam cara uang publik berpindah tangan di negeri ini. Sejumlah kajian dan laporan terpercaya menunjukkan, ada pola sistemik yang memungkinkan triliunan rupiah dana negara mengalir ke saku politik melalui proyek, perdagangan internasional, CSR, dan pembiayaan BUMN.
Bukan semata soal korupsi biasa ini adalah rekayasa kelembagaan: regulasi dibuat longgar, pengawasan bocor, lembaga kunci “ditangkap” oleh kepentingan politik dan bisnis.
LAPORAN TERBUKA, JEJAK YANG SUDAH TERLIHAT
Hasil pemantauan Indonesia Corruption Watch (ICW), Transparency International Indonesia (TII), dan berbagai audit independen memperlihatkan kesenjangan besar dalam laporan dana kampanye. Banyak sumbangan politik tidak dilaporkan utuh, membuka ruang bagi dana dari sumber “gelap” mengalir dengan aman.
Kajian International IDEA menyebut fenomena ini sebagai state capture—saat aktor privat mampu “membeli” keputusan publik melalui kendali atas legislatif, lembaga pengawas, bahkan sektor yudikatif.
Bukti akademik juga memperkuat hal itu: praktik miss invoicing dalam perdagangan luar negeri menimbulkan potensi kerugian fiskal hingga ratusan triliun per tahun, sebagaimana diungkap dalam penelitian ekonomi dan laporan investigasi ICW.
ENAM MEKANISME YANG DIDUGA JADI SALURAN UTAMA
Kajian mendalam mengidentifikasi sejumlah mekanisme klasik tapi efektif:
- Miss/under invoicing dan ekspor-impor fiktif.
Nilai barang direkayasa, keuntungan dipindahkan lewat perusahaan afiliasi luar negeri, pajak negara hilang. - Over pricing dan cost overrun proyek.
Kelebihan biaya proyek besar—seperti infrastruktur—disulap menjadi ruang mark-up dan pembagian fee politik. - Skema pembiayaan BUMN.
BUMN dijadikan kendaraan menanggung risiko politik; utang silang dan jaminan negara disembunyikan sebagai liabilitas “tak kasat mata”. - Pemanfaatan CSR dan yayasan.
Dana CSR yang seharusnya untuk publik digunakan sebagai kanal pembiayaan kampanye atau barter pengaruh. - Perusahaan cangkang dan jalur offshore.
Pemilik manfaat disembunyikan, aset dialirkan melalui yurisdiksi bebas pajak. - Donasi politik terselubung.
Dana hasil manipulasi proyek disamarkan melalui “jasa konsultasi” atau sumbangan pribadi.
Semua jalur ini tidak bisa bekerja tanpa pembiaran institusional. Di sinilah peran legislatif dan yudikatif sering dipertanyakan.
POLITIK DALAM PENGAWASAN LEGISLATIF DAN YUDIKATIF TERJERAT
Ketika anggota legislatif ikut menikmati hasil proyek atau menerima proteksi dari pengusaha besar, maka fungsi kontrol berubah menjadi alat legitimasi.
Sementara di sektor hukum, intervensi politik terhadap penyidikan dan peradilan menimbulkan apa yang disebut pakar governance sebagai judicial impunity—korupsi tanpa hukuman.
Inilah bentuk penyergapan sistemik: aturan dibuat, tapi maknanya dikunci untuk kepentingan kelompok tertentu.
DAMPAK LANGSUNG: FISKAL TERGERUS, DEMOKRASI TERGEROGOTI
Akibat praktik ini, ruang fiskal negara makin sempit. Dana publik terserap untuk menutup liabilitas proyek atau subsidi politik.
Kebijakan ekonomi menjadi bias kepentingan modal, bukan rakyat.
Dan yang paling berbahaya: legitimasi demokrasi runtuh. Ketika uang publik menjadi bahan bakar politik, rakyat hanya jadi penonton di pesta yang dibiayainya sendiri.
KENAPA SISTEM KITA MUDAH DIBOBOL
Ada empat celah regulatif yang terus berulang:
- Aturan pendanaan politik lemah pelaporan donor tidak transparan.
- Kapasitas audit terbatas transaksi lintas negara sulit dilacak.
- Lembaga pengawas tersandera kepentingan check and balance lumpuh.
- Kontrak publik tak terbuka proyek besar tanpa akses publik membuka ruang rekayasa.
SOLUSI : TINDAKAN YANG BUKAN MIMPI
Untuk memutus rantai kebocoran, beberapa langkah bisa segera ditempuh:
- Audit forensik independen atas proyek besar, dengan hasil dibuka ke publik.
- Reformasi pendanaan politik: donor wajib dilaporkan, audit eksternal partai, sanksi tegas bagi pelanggar.
- Transparansi kontrak publik dan database tender terbuka.
- Kerja sama lintas negara untuk menelusuri beneficial ownership dan rute offshore.
- Perlindungan hukum bagi whistleblower dan jurnalis investigatif.
- Penguatan lembaga antikorupsi yang benar-benar independen dari tekanan politik.
KESIMPULAN : DEMOKRASI TNPA INTEGRITAS ADALAH ILUSI
Kajian ini bukan tuduhan personal, tapi peringatan keras.
Selama regulasi pendanaan politik dan pengawasan fiskal masih berlubang, dana publik akan terus “mengalir tanpa jejak.”
Upaya teknokrat dan pejabat jujur menjaga disiplin anggaran akan selalu berhadapan dengan jaringan yang lebih canggih, yang hidup dari kelemahan hukum dan lemahnya pengawasan publik.
Menutup celah ini bukan hanya soal angka, tapi soal menyelamatkan demokrasi dari suap sistemik yang disamarkan sebagai kebijakan.
Sumber:
- ICW, Election Campaign Fund Monitoring Report (2024)
- Transparency International Indonesia, Financial Transparency Gaps (2025)
- IDEA, State Capture: How to Recognize and React to It (2025)
- Jurnal Ekonomi (Sciencedirect, 2024) – Trade-related Illicit Flows and Miss-Invoicing
- Laporan investigasi media nasional dan internasional (Reuters, Tempo, The Jakarta Post)




















