Penghentian Kasus Dana Hibah KONI Dinilai Ambigu, Kejari Maros Didesak Lanjutkan Proses Hukum

MAROS – Keputusan Kejaksaan Negeri (Kejari) Maros menghentikan penyelidikan kasus dugaan korupsi Dana Hibah KONI Kabupaten Maros menuai sorotan tajam dari publik. Aktivis Lembaga  Monitoring Kinerja Aparatur Negara (Lemkira) Indonesia, Ismail Tantu, menilai langkah Kejari Maros tersebut terkesan ambigu dan menimbulkan pertanyaan besar terkait konsistensi penegakan hukum di wilayah tersebut.

“Kok bisa kasus yang sudah jelas merugikan negara sebesar Rp130 juta justru dihentikan penyelidikannya? Ini aneh. Boro-boro naik ke penyidikan, malah dihentikan! Ada apa dengan Kejari Maros?” kata Ismail Tantu, Senin (29/7/2025).

Ia mengungkapkan, keputusan tersebut didasarkan pada alasan bahwa kerugian negara yang ditimbulkan relatif kecil dan telah dikembalikan. Namun, menurutnya, pendekatan semacam ini menyesatkan dan bisa merusak semangat pemberantasan korupsi.

“UU Tindak Pidana Korupsi tidak pernah mensyaratkan besaran kerugian negara sebagai dasar mutlak untuk menjerat pelaku. Sekecil apa pun, jika itu korupsi, tetap harus diproses. Penegakan hukum bukan soal hitung-hitungan untung rugi,” tegasnya.

Ismail juga membandingkan dengan kasus lain di Maros, yakni proyek rehabilitasi gedung perpustakaan daerah yang menimbulkan kerugian negara sebesar Rp251 juta. Dalam kasus itu, lima orang telah ditetapkan sebagai tersangka, meskipun mereka juga telah mengembalikan kerugian negara.

“Kok bisa beda perlakuannya? Di satu kasus lanjut walau uang sudah dikembalikan, di kasus hibah KONI malah dihentikan. Ini jelas menciptakan kesan diskriminatif dan menurunkan kepercayaan publik terhadap aparat penegak hukum,” ujarnya.

Ia mendesak Kepala Kejaksaan Negeri Maros yang baru agar meninjau ulang keputusan tersebut dan melanjutkan proses hukum secara transparan dan akuntabel.

Sementara itu, Kepala Seksi Tindak Pidana Khusus Kejari Maros, Sulfikar, menjelaskan bahwa penghentian penyelidikan telah melalui mekanisme dan aturan yang berlaku. Ia merujuk pada kesepakatan bersama (MoU) antara Kejaksaan Agung RI, Kementerian Dalam Negeri, dan Kepolisian Republik Indonesia terkait koordinasi penanganan kasus-kasus tertentu menjadi pertimbangan pimpinan mengambil keputusan.

“Penghentian penyelidikan kasus KONI sudah sesuai dengan mekanisme. Kritik dari masyarakat itu sah-sah saja. Kalau memang ada bukti baru yang menguatkan, silakan diserahkan kepada penyidik untuk ditindaklanjuti,” ujar Sulfikar.

JUM