MAROS – Maraknya keberadaan anak jalanan, pengemis, dan pengamen (Anjap) di berbagai titik strategis di Kabupaten Maros kian memprihatinkan. Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Butta Salewangang Maros menilai fenomena ini bukan sekadar persoalan sosial biasa, melainkan berpotensi mengarah pada praktik eksploitasi dan kriminalitas terselubung.
Ketua Umum HMI Maros, Muhammad Taufik Hidayat, menyebut kondisi ini sebagai bukti lemahnya sistem perlindungan sosial serta minimnya pengawasan dari pemerintah daerah. Ia bahkan menduga kuat adanya jaringan eksploitasi anak dan pengemis yang terorganisir. Mereka bukan orang Maros melainkan dari luar daerah.
“Anjap, kini menjamur di lampu merah, pasar tradisional, dan kompleks perkantoran. Jika tidak ada langkah sistemik dan berkelanjutan, mereka akan terus dijadikan komoditas oleh pihak-pihak tak bertanggung jawab,” ujar Taufik.
Namun hingga kini, respons dari pemangku kebijakan dinilai belum menyentuh akar persoalan. Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Maros, Eldrin Saleh Nuhung, mengakui bahwa penertiban rutin telah dilakukan. Meski demikian, ia mengeluhkan tidak adanya efek jera.
“Setelah kami serahkan ke Dinas Sosial, mereka langsung dilepas karena rumah singgah tidak punya fasilitas penahanan. Jadi meskipun kami tertibkan berkali-kali, hasilnya tetap nihil,” ujarnya.
Sementara itu, aparat kepolisian juga menunjukkan sikap pasif. Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Maros, Aiptu Ridwan, menyatakan bahwa penertiban Anjal bukan merupakan kewenangan Polri, melainkan tugas Satpol PP dan Dinas Sosial. Pernyataan ini dianggap mencerminkan lemahnya koordinasi lintas lembaga dalam menangani masalah sosial yang kompleks.
Kepala Dinas Sosial Maros, H. Suardi Sawedi, menjelaskan bahwa pihaknya telah menjalankan prosedur asesmen terhadap anak-anak jalanan sebelum mengembalikan mereka kepada keluarganya.
“Kami telusuri identitas dan alamat mereka. Bila putus sekolah, kami bantu agar bisa ikut pendidikan formal atau ujian paket. Kalau membutuhkan pembinaan khusus, kami rujuk ke UPT PSBR atau Kemensos,” jelas Suardi. Ia menegaskan bahwa pemberian efek jera bukan menjadi ranah kerja Dinsos.
HMI sendiri telah mengajukan tiga langkah konkret kepada Pemerintah Kabupaten Maros: pembentukan tim terpadu lintas sektor, investigasi menyeluruh oleh pihak kepolisian, dan kampanye edukasi publik secara berkelanjutan.
Ketua Bidang HAM dan Lingkungan Hidup HMI Maros, Hasruli, menegaskan bahwa pihaknya akan terus mengawal isu ini.
“Jika tidak ada respons nyata dari Pemkab, kami siap turun ke jalan. Ini bukan semata soal ketertiban kota, melainkan menyangkut kemanusiaan dan masa depan anak-anak kita,” tegasnya.
HMI mengingatkan bahwa sesuai amanat Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial, negara memiliki kewajiban untuk hadir dan melindungi kelompok rentan, termasuk anak-anak yang hidup di jalanan.
TASMIN HAMLOANG | HAMZAN