JAKARTA — Ketegangan politik kian terasa di lingkar kekuasaan pemerintahan Presiden Prabowo Subianto. Sorotan tajam kini tertuju kepada Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa, yang dengan tegas menolak penggunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk menanggung utang proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung (Whoosh).
Langkah ini mengguncang fondasi politik internal kabinet. Sebab, keputusan Purbaya dianggap menabrak kepentingan sejumlah kelompok ekonomi dan politik yang selama ini menikmati “kenyamanan” dari proyek-proyek strategis nasional bernilai triliunan rupiah.
Menurut pengamat intelijen dan geopolitik Amir Hamzah, keberanian Purbaya justru menjadi sinyal perang baru di dalam tubuh pemerintahan.
“Purbaya bukan orang partai, tidak punya jaringan perlindungan di DPR. Ia sangat lemah secara politik. Sekarang Komisi XI sudah mulai menyorotnya. Dalam bahasa intelijen, itu tanda-tanda operasi yang terstruktur,” ujar Amir Hamzah kepada redaksi, Jumat (24/10).
Pernyataan ini menunjukkan bahwa Purbaya kini berada di persimpangan berbahaya antara idealisme dan tekanan politik. Penolakannya terhadap pembiayaan utang proyek Whoosh dari APBN bukan sekadar sikap teknokratis, tetapi bentuk perlawanan terhadap praktik miss management dan potensi moral hazard yang sudah lama mengakar di proyek-proyek besar negara.
Di sisi lain, publik masih mengingat pernyataan mantan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang menegaskan bahwa proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung bukan soal keuntungan finansial, melainkan soal kebanggaan nasional dan simbol kemajuan bangsa. Jokowi menyebut proyek ini sebagai “lompatan teknologi” yang akan membawa Indonesia setara dengan negara-negara maju dalam bidang transportasi modern.
Namun, idealisme Jokowi tersebut kini dihadapkan pada realitas pahit: beban keuangan proyek yang membengkak dan utang yang mengancam neraca negara. Pandangan inilah yang membuat Purbaya mengambil posisi berseberangan, memilih menjaga disiplin fiskal daripada mempertahankan romantisme proyek prestisius.
Audit internal Kementerian Keuangan kabarnya mulai menelusuri aliran dana yang tidak transparan dari sejumlah proyek infrastruktur besar, termasuk Whoosh. Beberapa temuan awal menunjukkan indikasi penggelembungan biaya dan rekayasa laporan investasi, yang berpotensi merugikan keuangan negara hingga ratusan triliun rupiah.
Kritikus kebijakan publik menilai, sikap Purbaya seolah membuka lembaran baru dalam perang melawan akal-akalan koruptor berselubung proyek negara. Namun, di sisi lain, posisinya kini menjadi rentan, tanpa dukungan partai dan perlindungan politik yang kuat.
Jika tekanan politik terhadapnya terus meningkat, bukan tidak mungkin Purbaya akan menjadi korban dari sistem yang ia coba bersihkan. Namun publik kini mulai melihat sosok baru di kabinet Prabowo: seorang teknokrat yang berani menabrak kepentingan demi transparansi fiskal dan keberlanjutan keuangan negara.
Purbaya telah memantik bara di tengah istana. Pertanyaannya: apakah Presiden akan membiarkannya terbakar sendirian, atau menjadikannya simbol perlawanan terhadap korupsi yang berwajah proyek?
Sumber: Moneytalk, pernyataan Jokowi (2023), wawancara dengan Amir Hamzah, dan analisis redaksi Metrosulsel.com.























