TOLITOLI — Gubernur Sulawesi Tengah, Anwar Hafid, menegaskan penyelesaian konflik agraria di wilayahnya harus berpihak kepada rakyat. Namun, di tengah banyaknya kasus sengketa lahan antara warga dan korporasi besar, publik menilai komitmen itu masih sebatas janji politik tanpa tindak lanjut nyata.
Dalam rapat terbatas Satgas Penyelesaian Konflik Agraria di Kantor BPKAD Kabupaten Tolitoli, Jumat (3/10/2025), Anwar menyatakan bahwa keberpihakan pemerintah harus berbanding 60 persen untuk rakyat dan 40 persen untuk perusahaan. Pernyataan ini disampaikan di hadapan Bupati Tolitoli Amran Hi Yahya, Wakil Bupati Muhamad Besar Bantilan, serta unsur Forkopimda dan pejabat pertanahan setempat.
“Pemerintah harus hadir memihak rakyat, karena ketimpangan ruang dan kepemilikan lahan selama ini terlalu tajam,” ujar Anwar di hadapan peserta rapat.
Namun di lapangan, praktik justru menunjukkan hal sebaliknya. Banyak kasus agraria di Sulawesi Tengah—terutama di Morowali, Parigi Moutong, dan Tolitoli, belum menemukan kejelasan, meski sudah bertahun-tahun dilaporkan ke pemerintah provinsi dan pusat.
Anwar meminta Pemkab Tolitoli segera menuntaskan validasi dan verifikasi data kepemilikan tanah yang disengketakan paling lambat Desember 2025, sebagai dasar penentuan siapa pihak yang berhak atas lahan tersebut. Hasilnya akan diserahkan ke Satgas Agraria untuk penyelesaian lanjutan.
Ketua Satgas Konflik Agraria Sulawesi Tengah, Eva Susanti Bande, menyatakan pihaknya akan melakukan evaluasi besar-besaran terhadap izin-izin perusahaan yang diduga melanggar aturan. “Kami akan menelusuri perizinan yang tidak sesuai hukum. Banyak korporasi yang menyalahi izin penggunaan lahan, tapi selama ini dibiarkan,” tegas Eva.
Eva menambahkan, jika aturan ditegakkan secara konsisten, pendapatan daerah dari sektor agraria bisa meningkat signifikan. “Kepatuhan terhadap regulasi bukan hanya soal keadilan sosial, tapi juga potensi ekonomi daerah,” ujarnya.
Rapat yang dihadiri unsur Forkopimda, BPN Tolitoli, dan para kepala desa itu menghasilkan rekomendasi agar penyelesaian konflik agraria tak lagi berhenti di meja rapat. Masyarakat menunggu langkah konkret pemerintah membuktikan keberpihakannya, bukan sekadar retorika politik menjelang tahun anggaran baru.
USMAN.A