MAROS – Lembaga Pemerhati Hukum dan Lingkungan Hidup (LPHLH) menyoroti pembangunan wisata kolam di puncak gunung, tepatnya di Kampung Banga, Dusun Tanalompoa, Desa Sambueja, Kecamatan Simbang, Kabupaten Maros,provinsi sulawesi selatan
Berdasarkan temuan lapangan, terdapat dua tahapan kegiatan pembangunan yang menggunakan Dana Desa (DD):
1. Pembangunan Kolam Wisata berukuran 13 x 10 m² dengan nilai anggaran Rp 251.123.600 dari Dana Desa Tahun 2023.
2. Pengembangan Sarana dan Prasarana Pendukung Obyek Wisata Desa Sambueja sepanjang 63 meter dengan nilai anggaran Rp 58.000.000 dari Dana Desa Tahun 2024.
Temuan LPHLH
1. Tidak Sesuai Kondisi Alam
Pembangunan kolam wisata di atas puncak gunung tanpa adanya sumber air permanen adalah bentuk perencanaan yang tidak rasional. Fasilitas ini jelas sulit dimanfaatkan.
2. Minim Manfaat dan Pengelolaan
Hingga kini, kolam wisata tersebut tidak dimanfaatkan masyarakat dan sarana pendukungnya tidak berfungsi. Proyek ini hanya meninggalkan bangunan fisik yang terbengkalai.
3. Indikasi Pemborosan Anggaran
Nilai pembangunan yang mencapai lebih dari Rp 309 juta berpotensi menjadi proyek mubazir yang hanya menghabiskan Dana Desa.
4. Dugaan Penyalahgunaan Dana Desa
Proyek ini terindikasi bertentangan dengan aturan penggunaan Dana Desa, sehingga patut diduga ada penyalahgunaan anggaran berkedok program wisata desa.
Dasar Hukum dan Aturan Teknis yang Dilanggar
1. UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa
Pasal 72 ayat (1) huruf d: Dana Desa diprioritaskan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan, pembinaan, dan pemberdayaan masyarakat.
Pasal 78: Pembangunan desa harus mengutamakan kepentingan masyarakat dan berkelanjutan.
2. Permendesa PDTT Nomor 7 Tahun 2021 tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun 2022 (masih berlaku secara prinsip ke tahun 2023–2024)
Pasal 5: Prioritas Dana Desa digunakan untuk program pemulihan ekonomi, pembangunan infrastruktur dasar, dan peningkatan kualitas hidup masyarakat.
Pasal 6: Dana Desa dilarang digunakan untuk pembangunan yang tidak memberi manfaat langsung dan berkelanjutan bagi masyarakat desa.
3. UU Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor)
Pasal 2 dan 3 menegaskan ancaman pidana bagi penyalahgunaan wewenang dan keuangan negara.
Pernyataan Resmi LPHLH
“Pembangunan kolam wisata Desa Sambueja adalah bukti nyata penggunaan Dana Desa yang tidak terencana, tidak transparan, dan tidak memberi manfaat. Proyek ini hanya menyisakan bangunan mubazir dan dugaan penyalahgunaan anggaran.”
“Kami mendesak Inspektorat Kabupaten Maros, BPK, Aparat Penegak Hukum, serta Kementerian Desa PDTT untuk segera melakukan audit investigatif. Jika terbukti ada penyimpangan, maka pelaku harus diproses sesuai dengan UU Tipikor.”
Kesimpulan LPHLH
Pembangunan wisata kolam di Desa Sambueja:
Tidak sesuai kondisi geografis,
Tidak sesuai asas prioritas Dana Desa,
Tidak memberi manfaat bagi masyarakat,
Berpotensi kuat melanggar aturan Dana Desa dan Tipikor.
LPHLH menegaskan, Dana Desa seharusnya diarahkan pada kebutuhan dasar masyarakat—bukan proyek mercusuar yang gagal sejak perencanaan.
Agung Sanrima