JAKARTA — Pemerintah kembali mengetatkan aturan soal alih fungsi lahan pertanian. Surat resmi Menteri Pertanian Republik Indonesia, Andi Amran Sulaiman, dengan nomor B-193/SR.020/M/05/2025, menegaskan larangan keras perubahan fungsi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) dan Lahan Baku Sawah (LBS) ke sektor non-pertanian.
Instruksi ini menindaklanjuti arahan Presiden agar Indonesia segera mencapai swasembada pangan di tengah ancaman penyusutan lahan produktif. Surat tersebut merujuk pada Keputusan Menteri ATR/BPN Nomor 446.1/SK-PG.03.03/V/2024 yang telah menetapkan luas LBS nasional 2024 mencapai 7,38 juta hektare.
Menteri Pertanian meminta bupati dan wali kota di seluruh Indonesia tidak hanya menjaga, tetapi juga menindak tegas pihak-pihak yang mencoba mengalihkan fungsi lahan sawah. Bahkan, aturan ini disertai ancaman pidana: penjara maksimal 5 tahun dan denda hingga Rp1 miliar bagi pejabat maupun korporasi yang melanggar.

Namun, kebijakan ini menuai pro-kontra. Di satu sisi, larangan alih fungsi lahan dianggap langkah penting menjaga ketahanan pangan nasional. Catatan Badan Pertanahan Nasional menunjukkan beberapa provinsi seperti Jawa Timur (1,2 juta ha), Jawa Tengah (987 ribu ha), dan Jawa Barat (916 ribu ha) masih menjadi lumbung padi utama. Jika lahan di provinsi-provinsi tersebut terus tergerus oleh ekspansi industri dan perumahan, ancaman krisis pangan hanya tinggal menunggu waktu.
Di sisi lain, kalangan pemerintah daerah dan pengembang menilai aturan ini berpotensi menghambat investasi dan pembangunan. Banyak daerah yang sudah kesulitan menyediakan lahan untuk proyek strategis, perumahan rakyat, maupun kawasan industri. Dengan regulasi kaku ini, pemerintah daerah khawatir ruang geraknya semakin sempit.
“Larangan total tanpa solusi alternatif berpotensi menekan pertumbuhan ekonomi daerah. Seharusnya ada mekanisme relokasi atau kompensasi yang jelas,” kata seorang akademisi pertanian dari UGM ketika diminta tanggapan.
Kritik lain datang dari kelompok petani sendiri. Mereka menilai kebijakan menjaga LP2B dan LBS belum dibarengi dengan insentif nyata. Dalam surat Menteri Pertanian memang disebutkan perlunya pemberian insentif bagi petani, namun pelaksanaannya di lapangan sering macet. “Petani disuruh menjaga sawah, tapi pupuk dan harga gabah tetap saja jadi masalah,” ungkap salah satu petani di Jawa Barat.
JUM