MAROS — Polemik pungutan komite di SMK Negeri 2 Maros terus bergulir. Meski Kepala Sekolah, H. Asis, S.Pd., M.Pd., telah mengeluarkan surat resmi yang menyatakan penghentian pungutan, Kejaksaan Negeri (Kejari) Maros memastikan akan menindaklanjuti dugaan pungutan liar yang diduga berlangsung selama beberapa tahun terakhir.
Surat resmi bernomor 421.5/032-UPT SMKN.2/MAROS/DISDIK tertanggal 8 Agustus 2025 itu menyebutkan bahwa, berdasarkan hasil rapat komite pada Kamis, 7 Agustus 2025, pihak sekolah tidak lagi memberlakukan iuran komite dalam proses belajar mengajar. Langkah ini mendapat dukungan penuh dari Wakil Ketua Komisi E DPRD Sulsel, A. Patarai Amir, yang menegaskan tidak boleh ada pungutan dalam bentuk apa pun di sekolah negeri.
Kepala Seksi Intelijen Kejari Maros, Andi Unru, mengatakan pihaknya telah menindaklanjuti pemberitaan media sejak pekan lalu. “Berita yang terbit Kamis–Jumat lalu sudah mulai kami telaah. Dalam pekan ini, atensi berupa surat perintah penyelidikan dari Kepala Kejaksaan Negeri Maros akan turun,” kata Unru, Senin (11/8/2025).
Penyelidikan akan mencakup pungutan komite Rp700 ribu per siswa yang mencuat tahun ini, serta dugaan pungutan serupa pada tahun-tahun sebelumnya. Kejari juga akan mendalami penggunaan dana yang terkumpul, yang nilainya diperkirakan mencapai ratusan juta rupiah per tahun.
Tak hanya itu, muncul laporan baru bahwa siswa yang hendak mengambil ijazah lulusan tahun 2024 diwajibkan membayar Rp1,2 juta. “Saya menerima laporan di sekolah itu, yang mau terima ijazah harus bayar Rp1,2 juta, dan sudah ada yang membayar di akhir tahun pelajaran ini,” ungkap seorang warga kepada Metrosulsel.
Andi Unru membenarkan pihaknya tengah mengkaji pungutan uang komite tahun ajaran 2023, 2024, dan 2025. “Kuat dugaan ada unsur pungutan liar berkedok iuran komite, termasuk penggunaannya selama tiga tahun terakhir,” ujarnya.
Sebelumnya, wali murid bernama Sangkala memprotes keputusan komite yang mewajibkan sumbangan Rp700 ribu per tahun. Meski disebut “sumbangan”, jumlahnya ditentukan dan bersifat wajib, sehingga bertentangan dengan prinsip sukarela yang diatur dalam regulasi dana komite. Menurutnya, jika kebijakan itu tidak dihentikan, setiap orang tua siswa akan terbebani Rp700 ribu per tahun selama tiga tahun hingga anaknya lulus.
Siswa kelas VIII dan IX juga dibebankan uang sumbangan komite sekitar Rp600 ribu per tahun. Salah satu wali murid menyambut baik pembatalan pungutan ini, namun menegaskan agar pihak yang memaksakan pungutan mendapat sanksi. “Ketua komite harus diberi sanksi karena telah merugikan ratusan orang tua yang terpaksa membayar karena takut anaknya dipersulit,” ujarnya.
Kini, publik menunggu dua hal penting: pengembalian dana yang telah dibayarkan, serta hasil penyelidikan Kejaksaan terkait dugaan pungutan liar yang diduga telah berlangsung selama bertahun-tahun di SMKN 2 Maros.
Kepala Sekolah SMKN 2 Maros, Asis, membantah tudingan bahwa selama delapan tahun menjabat sebagai ketua komite telah terjadi penyelewengan dana, baik dari sumbangan komite maupun dana BOS. “Saya rela dipenjara kalau ada saya selewengkan,” tegas Asis.
Ia menambahkan, dua bulan lagi masa tugasnya sebagai ASN akan berakhir dan berharap bisa pensiun tahun 2025 ini dengan tenang, tanpa masalah yang ditinggalkan. “Jika ada komite dan pihak sekolah berani memungut lagi, saya siap dipecat. Saya sudah laporkan ke atasan dengan surat pernyataan tertulis untuk menghentikan segala bentuk pungutan. Hasil rapat komite dengan orang tua siswa yang mewajibkan pungutan, saya anggap tidak berlaku,” ujarnya.
Jumlah siswa SMKN 2 Maros tercatat: kelas IX sebanyak 220 orang dengan sumbangan komite Rp600 ribu per tahun sejak kelas VII (50 persen di antaranya belum lunas), kelas VIII sebanyak 214 orang dengan sumbangan Rp600 ribu per tahun, dan kelas I sebanyak 280 siswa dengan nilai Rp700 ribu per tahun yang belum berjalan dan kini sudah dihentikan. “Kalau ada yang terlanjur menyetor, siap dikembalikan,” kata Asis
JUM