MAROS — Program Nasional Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) 2024 di Kelurahan Soreang, Kecamatan Lau, Maros, ternoda skandal pungutan liar. Mantan Lurah Soreang, Sudirman, diduga menjadi dalang pungli senilai Rp350 juta dari 580 lembar sertifikat milik warga.
Warga dikenai tarif antara Rp1 juta hingga Rp2 juta per sertifikat, jauh di atas ketentuan resmi senilai Rp250 ribu perlembar. Praktik ini melibatkan Sudirman bersama seorang oknum aparat lingkungan berinisial A, dilakukan diam-diam hingga akhirnya terkuak ke publik.
“Ini bukan sekadar kelalaian, tapi pemalakan sistematis. Jaksa harus turun tangan,” tegas Ramli, Sekretaris Harian LSM Pelan 21.
Menurut Ramli, pembanding muncul ketika Arianto, lurah pengganti Sudirman, hanya membebankan Rp250 ribu per sertifikat, sesuai ketentuan biaya non-formal PTSL. Arianto bahkan mengambil alih sebagian proses penerbitan sertifikat, yang memicu terbongkarnya praktik kotor tersebut.
Berdasarkan data Metrosulsel, dari 580 lembar sertifikat, sekitar 360 ditangani langsung oleh Sudirman dan oknum A. Total pungutan dari lembar-lembar itu ditaksir mencapai Rp350 juta, belum termasuk potensi gratifikasi lainnya.
Dikonfirmasi terpisah, Sudirman mengakui adanya pungutan namun membantah nominal di atas Rp1 juta per sertifikat. Ia menyebut pungutan hanya diterapkan pada warga yang tidak memiliki alas hak, dengan rincian Rp750 ribu untuk SKT dan Rp250 ribu untuk biaya tambahan.
Soal dasar pungutan tarif itu, telah disepakati lewat rapat. “Saya bentuk panitia resmi, melibatkan sekretaris kelurahan, bendahara, dan RT/RW. Semua disepakati dalam rapat,” jelasnya.
Sudirman juga merinci distribusi dana:
- Ketua RW menerima Rp300 ribu per lembar (total sekitar Rp108 juta),
- Bendahara Rp20 juta,
- Pengurus lain antara Rp3 Juta, Rp5 juta hingga Rp7,5 juta. Bergantung ringan beratnya tugas panitia.
- Dirinya sendiri mengaku mendapat bagian Rp120 juta.
Ia berdalih, tidak semua warga dikenai biaya penuh. “Ada yang cuma bisa bayar Rp500 ribu atau Rp700 ribu. Saya maklumi, kalo ada lewat kepala lingkungan pungut Rp1,5 sampai Rp2 Juta saya tidak tanggungjawab karena diluar keputusan rapat, ” katanya. Sudirman pensiun pada November 2024.
Program PTSL semestinya tidak memungut biaya di luar komponen swadaya seperti materai, patok, dan konsumsi. Praktik Sudirman dianggap melanggar prinsip dasar program dan membuka ruang pidana serta pelanggaran etik ASN.
LSM Pekan 21 berencana melaporkan kasus ini ke Kejaksaan Negeri Maros. Hingga berita ini diturunkan, Sudirman belum memberikan tanggapan lanjutan atas laporan dugaan korupsi ini.
Jum