Sengketa Tanah di Tompobulu Mandek, Camat Malakaji Dituding Abai Tugas

Sengketa Tanah di Tompobulu Mandek, Camat Malakaji Dituding Abai Tugas

Oleh Redaksi Metrosulsel I 29 Juni 2025

GOWA — Polemik sengketa tanah di Desa Bontobundung, Dusun Bontolei, Kecamatan Tompobulu, Kabupaten Gowa, menyeruak ke publik setelah sejumlah pihak menuding camat setempat tidak menjalankan fungsi pelayanan secara maksimal. Persoalan ini menyeret nama-nama pejabat pemerintahan, mulai dari kepala dusun, kepala desa, hingga camat lama dan camat aktif, Malakaji.

Sejumlah laporan telah dikirimkan kepada pihak kecamatan, Polsek, bahkan Koramil, namun hingga kini tak satu pun langkah konkret yang diambil untuk menyelesaikan persoalan tersebut. Kelambanan ini dikhawatirkan berdampak pada kepercayaan publik terhadap institusi pemerintah di tingkat kecamatan.

blank

“Kami sudah berkali-kali menyurati camat Tompobulu dan pihak kepolisian setempat, tapi tidak ada respons. Nomor WA camat pun tidak dibalas,” kata Fredy S., perwakilan dari Lembaga Penelitian Aset Negara kepada wartawan, Minggu (29/6/2025) malam di lokasi sengketa.

AJB Bermasalah, Nama Hajjah Jamila Dicatut

Sengketa bermula dari dugaan pembuatan Akta Jual Beli (AJB) yang tidak sesuai objek tanahnya, di mana nama seorang warga bernama Hajjah Jamila digunakan dalam AJB tersebut, meskipun tanah itu diduga bukan miliknya. Fredy menyebutkan bahwa keterlibatan sejumlah oknum termasuk kepala dusun, kepala desa yang masih menjabat, dan camat lama patut dipertanyakan.

“Yang menyedihkan, korban justru adalah Hajjah Jamila sendiri, namanya dicatut dalam pembuatan AJB. Ini jelas pelanggaran,” tegas Fredy.

Lebih lanjut, keterlibatan seorang tokoh LSM lokal, Amiruddin dari LSM Gempa, juga disinggung oleh warga sebagai bagian dari jaringan yang memanfaatkan kelengahan pengawasan pemerintah kecamatan.

Camat Tak Responsif, Warga Minta Evaluasi Jabatan

Tudingan paling tajam diarahkan kepada Camat Tompobulu saat ini, Malakaji, yang dinilai tidak tanggap terhadap pengaduan masyarakat. Warga dan aktivis menyebut, jika seorang camat tidak mampu menyelesaikan persoalan pelayanan publik, sebaiknya mundur dari jabatannya.

“Kalau tidak mampu menyelesaikan permasalahan di masyarakat, lebih baik mundur saja. Masih banyak yang punya integritas untuk jadi camat,” tegas Ikbal Nakku, jurnalis sekaligus aktivis dari Sulsel.

Padahal, Bupati Gowa sebelumnya telah menegaskan bahwa setiap camat wajib meningkatkan pelayanan masyarakat, termasuk dalam urusan pertanahan yang selama ini rawan konflik.

Tuntutan Mediasi dan Transparansi

Lembaga-lembaga masyarakat seperti Aliansi Indonesia – Badan Penelitian Aset Negara, mendesak agar dilakukan mediasi terbuka antara pihak-pihak yang bersengketa, dalam hal ini antara Hajjah Jamila dan Musa (pihak yang mengklaim tanah).

“Kita tidak ingin konflik ini menjadi liar. Tapi ketika jalur administrasi tidak berjalan, wajar jika masyarakat merasa dipinggirkan,” tutup Fredy.

Masyarakat kini menunggu itikad baik dari Camat Tompobulu dan jajaran pemerintahan desa untuk menyelesaikan masalah ini secara adil dan transparan. Sengketa pertanahan seperti ini, jika dibiarkan, berpotensi menjadi bom waktu yang memicu konflik horizontal di tingkat akar rumput.

Investigasi Lapangan: Ikbal N., Jhum, dan Tim