JAKARTA — Rencana pemerintah pusat memotong Dana Bagi Hasil (DBH) untuk Sulawesi Tengah memicu kecaman keras dari Muhammad Safri, Anggota DPRD Sulteng dari Fraksi PKB. Ia menuding kebijakan ini tidak adil, dan menegaskan pemerintah pusat hanya menikmati hasil sumber daya alam Sulteng tanpa mempedulikan kerusakan lingkungan dan penderitaan masyarakat daerah.
“Pemerintah pusat jangan cuma ambil hasil tambang, sementara kami yang menanggung kerusakan dan penderitaan! Kebijakan pemotongan DBH ini sangat tidak adil dan harus dikaji ulang,” tegas Safri di Jakarta, Jumat (22/8/2025).
Kontribusi Besar, Hak Daerah Dipangkas
Safri menyebut Sulteng merupakan salah satu penyumbang utama penerimaan negara, terutama dari sektor pertambangan. Namun, ironi muncul ketika alokasi DBH yang diterima jauh dari proporsional.
“Sulteng ini lumbung penerimaan negara, tapi pembagiannya sangat timpang. Kami menyumbang banyak, tapi yang kembali ke daerah terlalu kecil,” ujarnya.
Menurutnya, kebijakan ini semakin menunjukkan ketidakpekaan pemerintah pusat terhadap kondisi masyarakat Sulteng yang masih berjuang memulihkan diri dari dampak bencana dan kerusakan lingkungan akibat pertambangan.
Pemotongan DBH: Ancaman Pembangunan & Pelayanan Publik
Safri mengingatkan, pemotongan DBH akan mengguncang fondasi pembangunan daerah. Berbagai program strategis dan layanan publik terancam terganggu bahkan terhenti.
“Kalau DBH dipotong, banyak proyek pembangunan akan tertunda, pelayanan publik menurun, dan kesejahteraan masyarakat bisa jatuh lebih dalam,” jelasnya.
Ia menegaskan, DBH bukan sekadar bagi-bagi keuntungan, melainkan kompensasi atas kerusakan lingkungan dan dampak sosial akibat eksploitasi sumber daya alam oleh perusahaan-perusahaan besar.
“Jangan cuma ambil keuntungan, beban kerusakan kami juga harus ditanggung bersama,” tegas Sekretaris Komisi III DPRD Sulteng itu.
Tambang Rusak Lingkungan, Warga Kehilangan Mata Pencaharian
Safri menyoroti fakta pahit di balik eksploitasi tambang di Sulteng. Menurutnya, aktivitas pertambangan yang tidak terkendali telah mengakibatkan kerusakan lahan pertanian, pencemaran pesisir, dan hilangnya mata pencaharian nelayan.
“Kerusakan lingkungan di Sulteng nyata, tapi pemerintah pusat masih tega memotong DBH. Daerah kami dibiarkan menanggung beban, sementara pusat menikmati hasilnya,” katanya geram.
Minta Perlakuan Khusus untuk Sulteng
Selain menolak pemotongan DBH, Safri menuntut perlakuan khusus bagi Sulteng yang masih dalam tahap pemulihan pasca bencana. Menurutnya, dana DBH seharusnya dijadikan instrumen utama untuk membangun kembali ekonomi dan infrastruktur daerah.
“Pemulihan pasca bencana memerlukan upaya besar dan pendanaan memadai. Kalau DBH dipotong, pemulihan akan berjalan makin lambat,” ujarnya.
Safri juga menuding pemerintah pusat kurang melibatkan pemerintah daerah dalam penyusunan kebijakan strategis, termasuk soal DBH. Ia mendorong pelibatan penuh daerah dan penyederhanaan regulasi agar dana tersebut lebih mudah dikelola.
“Daerah harus diberi kewenangan lebih besar mengatur DBH. Selama ini pusat yang memutuskan, daerah yang menanggung beban. Ini harus diubah,” pungkasnya.
USMAN. A