Abstrak
Indonesia memiliki keberagaman budaya dan adat istiadat yang menjadi bagian penting dari identitas nasional. Keberadaan lembaga pelestarian adat menjadi strategis dalam menjaga dan meneruskan warisan budaya tersebut. Artikel ini bertujuan untuk mengkaji kerangka hukum yang melindungi lembaga adat di Indonesia, baik melalui konstitusi, peraturan perundang-undangan nasional, peraturan daerah, hingga instrumen hukum internasional. Dengan pendekatan yuridis normatif, tulisan ini menegaskan pentingnya perlindungan hukum sebagai wujud nyata dari komitmen negara terhadap pelestarian budaya Nusantara.
Kata kunci: masyarakat adat, lembaga adat, perlindungan hukum, budaya Nusantara, hukum adat
Pendahuluan
Indonesia merupakan negara multikultural dengan lebih dari 1.300 kelompok etnis dan lebih dari 700 bahasa daerah. Warisan budaya ini menjadi sumber kekayaan nasional yang tidak ternilai. Salah satu cara pelestarian tradisi dilakukan melalui pembentukan lembaga adat yang berfungsi menjaga nilai, norma, dan hukum adat di tingkat komunitas. Namun, di tengah tantangan modernisasi dan tekanan terhadap sumber daya alam, lembaga-lembaga adat ini memerlukan perlindungan hukum agar tetap eksis dan berdaya.
Sebagaimana dikemukakan oleh Koentjaraningrat, kebudayaan merupakan keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar.[^1] Oleh karena itu, eksistensi lembaga adat sebagai pelaku utama pewarisan budaya harus dijaga melalui payung hukum yang memadai.
Dasar Hukum Perlindungan
- Undang-Undang Dasar 1945
UUD 1945 merupakan sumber hukum tertinggi di Indonesia yang memberikan landasan yuridis bagi pengakuan terhadap masyarakat adat. Pasal 18B ayat (2) menyebutkan:
“Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia.”[^2]
Klausul ini menunjukkan bahwa negara tidak hanya memberikan pengakuan secara simbolik, tetapi juga menjanjikan penghormatan dan perlindungan selama masyarakat adat tersebut masih eksis dan menjalankan nilai-nilai lokalnya.
- Undang-Undang No. 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan
UU Pemajuan Kebudayaan secara eksplisit mengatur objek pemajuan kebudayaan, seperti adat istiadat, tradisi lisan, sistem pengetahuan lokal, dan kelembagaan adat. Pasal 5 menyebutkan bahwa pemajuan kebudayaan dilakukan dengan prinsip pelestarian dan perlindungan nilai budaya.[^3] Lembaga adat diakui sebagai subjek aktif dalam pemeliharaan nilai budaya tersebut.
Menurut Nani Supriyatni, UU ini memberikan harapan baru dalam pengarusutamaan budaya lokal dan tradisional dalam perencanaan pembangunan nasional.[^4]
- Peraturan Daerah (Perda)
Banyak pemerintah daerah telah mengeluarkan Perda sebagai bentuk legalisasi lembaga adat. Misalnya, Provinsi Aceh memiliki Qanun No. 10 Tahun 2008 tentang Lembaga Adat, sedangkan Provinsi Kalimantan Barat memiliki Perda tentang Lembaga Adat Dayak. Perda ini tidak hanya mengatur struktur organisasi, tetapi juga memberikan kewenangan penyelesaian sengketa berbasis hukum adat.
Sebagaimana dicatat oleh Syahrul, Perda merupakan bentuk konkrit dari otonomi daerah dalam menjaga budaya lokal sekaligus memperkuat eksistensi masyarakat adat di tengah sistem hukum nasional.[^5]
- Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa
UU Desa mengakui eksistensi “desa adat” yang memiliki kekuasaan dan tata kelola pemerintahan berbasis hukum adat. Pasal 103 menyebutkan bahwa desa adat berhak untuk menyelenggarakan pemerintahan dan pengelolaan wilayah berdasarkan hak asal usul dan tradisi yang berlaku.[^6]
Dengan pengakuan ini, lembaga adat tidak hanya berfungsi dalam ranah budaya, tetapi juga dalam tata kelola pemerintahan lokal.
- Instrumen Internasional
Indonesia merupakan salah satu negara yang mendukung United Nations Declaration on the Rights of Indigenous Peoples (UNDRIP) yang disahkan tahun 2007. Deklarasi ini menyatakan bahwa masyarakat adat berhak mempertahankan dan memperkuat institusi sosial, budaya, dan hukum mereka sendiri.[^7] Hal ini sejalan dengan prinsip pengakuan terhadap otonomi budaya yang diakui dalam sistem hukum nasional.
Bentuk Perlindungan terhadap Lembaga Adat
Dalam kerangka hukum yang telah disebutkan, terdapat berbagai bentuk perlindungan yang dapat dikategorikan sebagai berikut:
- Pengakuan Legal
Lembaga adat diakui secara hukum sebagai entitas yang memiliki fungsi sosial-budaya dan dapat terlibat dalam penyelesaian konflik adat. - Pemberian Kewenangan Sosial dan Budaya
Negara memberikan ruang bagi lembaga adat untuk menjalankan fungsi spiritual, adat, dan pengaturan nilai-nilai kultural di masyarakat. - Perlindungan Wilayah Adat
Hak atas tanah ulayat dan sumber daya lokal dilindungi melalui mekanisme hukum seperti sertifikasi wilayah adat atau pengakuan hukum ulayat dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). - Dukungan Fiskal dan Program Kebudayaan
Pemerintah melalui berbagai kementerian menyediakan anggaran dan program pelestarian budaya, termasuk dukungan bagi kelembagaan adat. - Pendidikan dan Pewarisan Budaya
Lembaga adat dilibatkan dalam pendidikan non-formal dan informal untuk memastikan nilai-nilai budaya diwariskan kepada generasi muda.
Kesimpulan
Keberadaan lembaga adat merupakan pilar penting dalam pelestarian adat istiadat Nusantara. Negara Indonesia melalui konstitusi, undang-undang nasional, peraturan daerah, dan komitmen internasional telah memberikan perlindungan yang cukup luas terhadap lembaga-lembaga ini. Namun, implementasi dari perlindungan tersebut masih memerlukan penguatan, khususnya dalam aspek pengakuan wilayah adat dan pemberdayaan kelembagaan. Ke depan, integrasi antara sistem hukum negara dan hukum adat perlu ditingkatkan agar pelestarian budaya tidak hanya bersifat simbolik, tetapi juga substansial dan berkelanjutan.
Daftar Pustaka
[^1]: Koentjaraningrat. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta, 2009.
[^2]: Republik Indonesia. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Amandemen Keempat. Sekretariat Negara, 2002.
[^3]: Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan. Lembaran Negara RI Tahun 2017 No. 104.
[^4]: Nani Supriyatni. “Implementasi UU Pemajuan Kebudayaan dalam Perspektif Pelestarian Budaya Lokal.” Jurnal Kebudayaan Indonesia 8, no. 2 (2019): 45–56.
[^5]: Syahrul, M. “Peran Peraturan Daerah dalam Melindungi Lembaga Adat: Studi Kasus di Kalimantan Barat.” Jurnal Hukum dan Masyarakat Adat 4, no. 1 (2020): 67–78.
[^6]: Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Lembaran Negara RI Tahun 2014 No. 7.
[^7]: United Nations. United Nations Declaration on the Rights of Indigenous Peoples. New York: United Nations, 2007.