MAKASSAR – Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel) resmi memberlakukan pungutan Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan (MBLB) yang sebelumnya dikenal sebagai retribusi tambang golongan C.
Kebijakan ini diatur melalui skema baru yang mengacu pada persentase tarif pajak dan harga patokan yang ditetapkan oleh Gubernur Sulsel.
Perubahan bentuk pungutan dari retribusi menjadi pajak daerah ini merupakan tindak lanjut dari implementasi Undang-Undang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (UU HKPD).
Dengan sistem baru tersebut, setiap kegiatan pertambangan pasir, tanah liat, batu kali, dan sejenisnya kini dikenai pajak daerah berdasarkan nilai jual dan harga patokan penjualan.
Rincian Tarif dan Harga Patokan
Menurut Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan, tarif dasar Pajak MBLB ditetapkan berkisar antara 20% hingga 25% dari Nilai Jual (Harga Patokan Penjualan).
Harga patokan ini ditetapkan melalui Keputusan Gubernur Sulawesi Selatan dan disesuaikan dengan jenis mineral serta wilayah kabupaten/kota tempat penambangan dilakukan.
Berdasarkan dokumen penetapan harga di sejumlah wilayah di Sulsel, harga jual (sebelum pajak) per meter kubik () ditetapkan sebagai berikut: Pasir: Rp60.000 – Rp70.000/ meter kubik, Tanah liat: Rp25.000/ meter kubik dan Batu kali/batu gunung: Rp20.000 – Rp150.000/ meter kubik.
Sebagai ilustrasi, apabila tarif pajak ditetapkan sebesar 20% dan harga patokan pasir Rp60.000 per , maka pajak pokok yang dikenakan adalah Rp12.000 per .
Opsen Pajak MBLB
Selain pajak pokok, Pemerintah Provinsi Sulsel juga memberlakukan Opsen Pajak MBLB sebesar 25% dari pajak pokok terutang. Opsen ini merupakan tambahan pungutan provinsi yang ditujukan untuk memperkuat penerimaan pendapatan asli daerah (PAD).
Pemerintah Provinsi Sulsel mengimbau seluruh pelaku usaha tambang agar merujuk langsung pada Keputusan Gubernur Sulsel terbaru tentang Penetapan Harga Patokan Penjualan Mineral Bukan Logam dan Batuan untuk memastikan besaran pajak yang berlaku sesuai wilayah dan jenis komoditas masing-masing.
Maros Targetkan Rp18 Miliar dari Pajak Tambang Golongan C
Sementara itu, Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kabupaten Maros, Ferdiansyah, menyebutkan bahwa target penerimaan pajak tambang golongan C tahun 2026 dipatok sebesar Rp18 miliar. Hingga saat ini, realisasi pencapaian baru mencapai sekitar 45 persen.
Ferdiansyah menjelaskan, untuk tanah urug dikenakan pajak retribusi sebesar Rp7.000 per meter kubik, sedangkan batu gamping sebesar Rp8.000 per meter kubik. Ia menegaskan bahwa ketentuan ini berlaku berdasarkan Surat Edaran Gubernur Sulawesi Selatan, yang menegaskan bahwa pungutan pajak tidak terkait dengan izin tambang, melainkan aktivitas pengangkutan material yang melewati jalan daerah.
“Berdasarkan surat edaran Gubernur Provinsi Sulawesi Selatan, retribusi ini tidak terkait dengan izin tambangnya, tetapi angkutan materialnya yang melalui jalan daerah. Sehingga baik sumber izin legal maupun ilegal, aktivitasnya tetap kena pajak,” ujar Ferdiansyah.
Kebijakan ini diharapkan dapat menciptakan sistem pungutan yang lebih transparan, adil, dan berkontribusi signifikan terhadap pembangunan daerah, sekaligus meningkatkan kepatuhan pajak di sektor pertambangan Sulawesi Selatan.
Penetapan pajak ini berdasarkan laporan penambang, yang melakukan penjualan material, lalu kemudian pengajuan itu ditetapkan atas dasar kepercayaan penuh oleh para objek pajak memberikan laporan.
A AGUNG SANRIMA / JUM























