Gubernur Sulsel Dinilai Tidak Becus Tertibkan Tambang Ilegal 

SULAWESI SELATAN – Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan di bawah kepemimpinan Gubernur Andi Sudirman Sulaiman dinilai tidak becus menangani persoalan perizinan tambang, khususnya pertambangan mineral bukan logam dan batuan (golongan C). Ketidakseriusan ini dianggap menjadi pemicu maraknya aktivitas pertambangan ilegal di sejumlah daerah, salah satunya di Kabupaten Maros.

Sedikitnya 26 perusahaan tambang di Maros disebut telah habis masa berlaku izin operasionalnya (IUP-OP). Parahnya, beberapa di antaranya masih tetap melakukan penambangan secara liar, hanya bermodal koordinasi dengan oknum aparat penegak hukum (APH) setempat.

“Selama dua periode pemerintahan Gubernur Andi Sudirman Sulaiman dan sejak kewenangan perizinan dialihkan dari pusat ke provinsi, praktik tambang ilegal justru dibiarkan menjamur. Ini bentuk pembiaran yang sistemik,” tegas seorang aktivis Lingkungan Andi Ilham Lahiya Dari Lembaga Bumi Mentari. Senin (29/7/2025).

Ilham menyebutkan, lemahnya pengawasan dan ketegasan Pemprov Sulsel sangat berbanding terbalik dengan dampak kerusakan lingkungan yang ditimbulkan akibat aktivitas tambang ilegal. Tidak merusak ekosistem lingkungan, tapi juga menimbulkan potensi konflik sosial dan kerugian pendapatan daerah.

“Jika pemerintah daerah tegas, cukup gunakan Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Pasal 98 menyebut, pelaku perusakan lingkungan karena kegiatan tanpa izin bisa dipidana maksimal 10 tahun dan denda hingga Rp10 miliar. Tapi faktanya, pelanggaran ini malah dilindungi oleh diamnya pemerintah,” katanya.

Sementara itu Aktivis Lembaga Monitoring Kinerja Aparatur Negara Lemkira Ismail juga mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk turun tangan menyelidiki dugaan keterlibatan oknum pejabat dan aparat dalam praktik “koordinasi gelap” yang memungkinkan tambang ilegal tetap beroperasi.

“Ini bukan sekadar masalah lingkungan, ini soal integritas pemerintahan dan supremasi hukum. Kalau Gubernur tidak sanggup menertibkan tambang ilegal, maka sudah waktunya Presiden mengevaluasi kinerjanya,” tambahnya.

Sementara itu, menurut data yang dikantongi Laskar Merah Putih, Muhammad Ridjal, menyebut data yang diperoleh dari pihak Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan maupun Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sulsel terkait temuan 26 perusahaan yang disebut sudah tidak mengantongi izin tersebut.

Ismail pun mengingatkan bahwa jika tidak segera ditindak, krisis pertambangan ilegal ini bisa merusak legitimasi negara dalam pengelolaan sumber daya alam. Ia menyerukan agar aparat penegak hukum, termasuk kepolisian dan kejaksaan, bertindak tegas dan tidak menjadi bagian dari sistem pembiaran.

“Lindungi lingkungan, tegakkan hukum, dan bersihkan birokrasi dari mafia tambang. Itu tuntutan kami,” pungkasnya.

Sebelumnya Wartawan Metrosulsel, Jumadi, telah mencoba mengonfirmasi hal ini kepada Kapolres Maros, AKBP Douglas Mahendrajaya, dalam penegakan hukum, sayangnya belum menuai hasil,  baik melalui sambungan telepon maupun pesan WhatsApp. Namun hingga berita ini diterbitkan, belum ada respons atau klarifikasi resmi dari pihak kepolisian.
Dari 26 Perusahaan Tambang yang berakhir masa berlaku izinya, Syamsul Rijal menyebut. Di antaranya adalah: CV. Sinar Bukit Selatan, CV. Ilham Jaya Putra, CV. Raga Utama, PT. Makmur Agung Perkasa, CV. Ribas Mandiri, PT. Semen Bosowa Maros, PT. Bukit Tambang Mandiri, PT. Bali Maros Bone, CV. Lambatorang Jaya, CV. Tammangesang Jaya, PT. Camara Energi Perkasa, PT. Optima Jaya Sakti, PT. Surya Perkasa Mineral, hingga PT. Mutiara Asseng.

“Praktik tambang tanpa izin ini merusak lingkungan dan melemahkan penegakan hukum. Kami meminta agar pihak berwenang segera menindak tegas,” tegas Rijal.

JUM