MAROS – Laskar Merah Putih (LMP) Kabupaten Maros kembali menyuarakan keprihatinan atas maraknya aktivitas pertambangan ilegal dan penyalahgunaan distribusi BBM bersubsidi jenis solar di wilayah Kabupaten Maros.
Menurut LMP, di hadapan aparat penegak hukum dan TNI, seharusnya bukan perkara sulit untuk menindak para pelaku bisnis ilegal ini. Terlebih, Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, telah menyampaikan komitmen tegas dalam pemberantasan mafia sektor pertambangan dan migas.
Secara nasional, upaya pemberantasan bisnis ilegal di sektor ini sudah menunjukkan hasil. Mulai dari pencabutan izin tambang di Raja Ampat hingga kasus besar di sektor migas yang menyeret nama Riza Chalid dalam pusaran korupsi PT Pertamina.
“Semangat ini seharusnya menular ke institusi penegak hukum di seluruh pelosok negeri, termasuk di Kabupaten Maros, untuk menindak tegas para pelaku tambang ilegal dan mafia migas, khususnya penyalahgunaan solar bersubsidi yang masih marak,” ujar Wakil Ketua LMP Maros, Syamsul Rijal, S.E.
LMP Maros memberikan apresiasi kepada Polres Maros yang berhasil mengungkap aktivitas tambang ilegal jenis Galian C di bawah kepemimpinan Kasat Reskrim sebelumnya, Aditya Pandu. Kasus tersebut telah disidangkan di Pengadilan Negeri Maros dan pelakunya divonis 1 tahun 6 bulan penjara. Lokasi tambang ilegal itu berada di Dusun Bonto Kappo, Desa Tukamasea, Kabupaten Maros.
Saat ini, Satreskrim Polres Maros di bawah pimpinan Iptu Ridwan juga tengah menyelidiki dugaan tambang ilegal lainnya di Desa Bonto Lempangan, Kecamatan Bontoa. Selain itu, status penyelidikan terhadap kasus dugaan penyalahgunaan solar subsidi juga telah ditingkatkan ke tahap penyidikan dan pelakunya telah ditetapkan sebagai tersangka.
LMP mengungkap bahwa sedikitnya terdapat 26 perusahaan tambang yang diduga kuat tidak memiliki izin resmi (IUP-OP). Di antaranya:
CV. Sinar Bukit Selatan, CV. Ilham Jaya Putra, CV. Raga Utama, PT. Makmur Agung Perkasa, CV. Ribas Mandiri, PT. Semen Bosowa Maros, PT. Bukit Tambang Mandiri, PT. Bali Maros Bone, CV. Lambatorang Jaya, CV. Tammangesang Jaya, PT. Camara Energi Perkasa, PT. Optima Jaya Sakti, PT. Surya Perkasa Mineral, PT. Mutiara Asseng Perkasa, dan lainnya.
Tak hanya tambang, Maros juga disebut-sebut sebagai “surga bagi mafia solar subsidi.” LMP menyebut adanya sejumlah titik penampungan solar ilegal, antara lain di Desa Marannu (Kecamatan Bontoa), serta beberapa lokasi lain seperti Pettunuang, Bonto Cabu, Talamangape, dan Maccopa.
Berdasarkan data internal, LMP menyatakan siap membagikan informasi titik-titik penampungan kepada Polres Maros bila dibutuhkan. Namun mereka meyakini bahwa Polres Maros sudah memiliki data dan identitas para pelaku, mengingat jaringan kepolisian hingga tingkat desa seperti Bhabinkamtibmas telah menjangkau lokasi-lokasi tersebut.
Para pelaku kerap beroperasi pada malam hari menggunakan truk yang dimodifikasi khusus untuk memuat solar dalam jumlah besar. Mereka menggunakan barcode palsu dibeli dari galangan kapal di Makassar lalu mencocokkannya dengan plat nomor kendaraan yang dibuat sesuai barcode tersebut.
Solar bersubsidi itu kemudian dibeli dengan harga resmi dan dijual ke perusahaan-perusahaan dengan harga lebih mahal, untuk digunakan sebagai bahan bakar mesin atau armada produksi.
“Modus ini sudah jadi rahasia umum. Kami yakin, tanpa keterlibatan oknum SPBU, mustahil praktik ini bisa berlangsung lancar,” tegas Rijal.
LMP mendesak Kapolres Maros untuk memberi perhatian khusus terhadap sejumlah SPBU yang diduga terlibat, antara lain: SPBU Tambua,SPBU Kasuarang, SPBU Pattunuang, SPBU Jawi-Jawi, SPBU Poros Tanralili Moncongloe, SPBU Ballu-Ballu dan SPBU Mandai
LMP juga meminta agar para pemilik perusahaan tambang ilegal dihadirkan dalam forum terbuka guna mempertanggungjawabkan aktivitas mereka di hadapan publik. Selain itu, LMP mengusulkan pembentukan Satgas Berantas Mafia Migas dan Tambang Ilegal yang melibatkan elemen mahasiswa, organisasi masyarakat, BPH Migas Region 7, Dinas ESDM Sulsel, serta Babinsa TNI.
“Kami menilai, di bawah kepemimpinan Kapolres Maros saat ini, ada harapan nyata terhadap penegakan hukum. Masyarakat tidak boleh lagi menjadi korban dari praktik-praktik ilegal yang menguras hak publik atas energi bersubsidi dan merusak lingkungan lewat pertambangan liar,” tutup Rijal.
HAMZAN