Sumber: BMKG
JAKARTA – Fenomena cuaca dingin yang menyelimuti berbagai wilayah di Indonesia belakangan ini bukan sekadar perubahan biasa. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengungkapkan bahwa suhu udara yang menukik tajam, terutama pada malam hingga dini hari, berkaitan langsung dengan fase puncak musim kemarau serta pergerakan sistem angin musiman dari belahan selatan.
Deputi Bidang Meteorologi BMKG, Guswanto, menjelaskan bahwa saat ini wilayah Indonesia tengah mengalami dampak dari Angin Monsun Australia. Angin musiman kering yang bertiup dari Benua Australia menuju Asia, melintasi Samudera Hindia dan wilayah Nusantara.
“Angin ini bersifat kering dan membawa udara dingin, apalagi saat malam hari ketika suhu mencapai titik minimum. Ditambah lagi suhu permukaan laut di Samudera Hindia yang relatif lebih dingin, kondisi ini mempertegas rasa dingin yang dirasakan masyarakat,” kata Guswanto dalam keterangan resmi, Sabtu (19/7/2024).
Efek pendinginan ini dirasakan paling kuat di wilayah selatan khatulistiwa seperti Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara. termasuk wilayah pulau Sulawesi. Dalam budaya Jawa, rasa dingin yang menggigit ini dikenal sebagai mbedhidhing.
Beberapa kawasan pegunungan seperti Bromo, Tengger, Semeru, Sindoro, Sumbing, Dieng, hingga Lembang, Bandung mengalami penurunan suhu drastis. Pada Dataran Tinggi Dieng, suhu bahkan sempat menyentuh 1 derajat Celcius pada 7 Juli 2024 pukul 02.00 dini hari.
Selain angin monsun, Guswanto menambahkan bahwa karakteristik geografis seperti ketinggian, kelembaban yang rendah, serta posisi semu matahari yang saat ini berada jauh dari Indonesia bagian selatan turut memperkuat fenomena ini.
“Langit cerah yang dominan juga mempercepat pelepasan panas dari permukaan bumi ke atmosfer. Ketika malam tiba dan angin cenderung tenang, udara dingin terperangkap di permukaan,” jelasnya.
Tak hanya suhu dingin, BMKG juga menyoroti potensi cuaca ekstrem yang sedang berkembang akibat aktivitas bibit Siklon Tropis di sekitar kawasan Filipina dan Papua.
Kepala Pusat Meteorologi Publik BMKG, Andri Ramdhani, menjelaskan bahwa saat ini terdapat dua bibit siklon, yakni 91W di barat Filipina dan 92W di utara Papua. Kedua sistem ini menciptakan zona konvergensi atau pertemuan angin yang menjadi pemicu terbentuknya awan hujan.
“Dampaknya bisa berupa hujan sedang hingga lebat disertai petir dan angin kencang, khususnya di wilayah Sumatera Barat, Kalimantan Utara, Sulawesi Tenggara, Maluku, dan sejumlah kawasan di Papua,” kata Andri.
Ia menambahkan, BMKG juga mengamati adanya intrusi udara kering dari barat daya yang melintasi wilayah Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, dan Maluku, menciptakan ketidakstabilan atmosfer dan memperbesar potensi hujan di beberapa wilayah timur.
Sementara itu, angin kencang dengan kecepatan lebih dari 25 knot terdeteksi di berbagai wilayah perairan seperti Laut Cina Selatan, Laut Banda, Laut Flores, hingga Laut Maluku. Hal ini turut meningkatkan risiko gelombang tinggi di sejumlah perairan Indonesia.
BMKG mengimbau masyarakat, terutama yang berada di wilayah pesisir dan daerah rawan bencana, untuk terus memperbarui informasi cuaca dan bersiap menghadapi kondisi ekstrem.
“Waspadai potensi pohon tumbang, baliho roboh, dan risiko saat berkendara dalam cuaca angin kencang,” pesan Andri.
BMKG memprakirakan kondisi ini akan bertahan hingga 25 Juli 2024 dan meminta masyarakat tetap waspada dan tidak panik, serta selalu mengikuti informasi cuaca dari sumber resmi.
Editor: Jum