JAKARTA — Kejaksaan Agung tengah mendalami dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook senilai Rp 9,9 triliun di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) dalam periode 2019–2022. Salah satu tokoh kunci yang telah dimintai keterangan adalah mantan Mendikbudristek Nadiem Anwar Makarim.
Pemeriksaan terhadap Nadiem dilakukan pada Selasa, 15 Juli 2025, dan berlangsung selama sembilan jam di Gedung Bundar, Kejaksaan Agung, Jakarta. Ini merupakan pemanggilan kedua terhadap pendiri Gojek tersebut, setelah sebelumnya diperiksa selama 12 jam pada 23 Juni 2025.
“Terima kasih kepada pihak Kejaksaan karena memberikan saya kesempatan untuk memberikan keterangan terhadap kasus ini,” ujar Nadiem singkat kepada media sebelum meninggalkan lokasi pemeriksaan.
Dugaan Penyimpangan
Dugaan korupsi muncul dalam proses pengadaan perangkat Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) berupa Chromebook dalam program digitalisasi sekolah. Meski belum ada penetapan tersangka, Kejaksaan telah mengonfirmasi bahwa proyek ini diduga mengalami berbagai penyimpangan, mulai dari pengubahan kajian teknis hingga masalah pelaksanaan di lapangan.
Kajian awal pada April 2020 sebenarnya merekomendasikan perangkat berbasis Windows karena dianggap lebih sesuai untuk kondisi sekolah-sekolah di Indonesia yang belum stabil secara infrastruktur jaringan. Namun, kajian ulang dua bulan kemudian justru mendorong pemilihan Chromebook yang berbasis sistem operasi Google. Kejagung mendalami apakah terdapat intervensi atau tawaran dari pihak tertentu dalam perubahan tersebut.
Temuan BPKP: Ribuan Chromebook Rusak dan Hilang
Laporan audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) juga mengungkapkan sejumlah kejanggalan. Di antaranya, 74 sekolah penerima bantuan tumpang tindih dengan penerima Dana Alokasi Khusus (DAK) dan sudah memiliki 15 unit komputer — yang seharusnya tidak memenuhi syarat bantuan.
Dari data Ditjen PAUD Dikdasmen per Januari 2024, sebanyak 4.059 unit Chromebook dilaporkan rusak, dan 705 unit hilang. Dari total 428.095 unit yang dibagikan, hanya 49% yang benar-benar digunakan aktif. Bahkan hanya 619 sekolah yang benar-benar mampu mengoperasikan perangkat tersebut.
BPKP juga menyoroti keterlambatan distribusi karena verifikasi barang oleh pejabat pembuat komitmen tidak optimal. Ini membuat pemerintah kehilangan potensi denda atas keterlambatan, yang baru dibayarkan sebesar Rp 521 juta oleh PT Air Mas Perkasa Ekspres pada awal Februari 2024.
Respons Nadiem dan Pembelaan Program
Dalam beberapa pernyataan sebelumnya, Nadiem menegaskan bahwa program ini merupakan bagian dari mitigasi ancaman learning loss selama pandemi Covid-19. Ia mengklaim, sekitar 97% dari 1,1 juta unit laptop telah diterima dan teregistrasi oleh 77.000 sekolah, dan 82% sekolah menggunakan laptop tersebut untuk asesmen dan pembelajaran.
Program bantuan tersebut mencakup distribusi laptop, proyektor, dan modem untuk mendukung pembelajaran jarak jauh serta mendorong transformasi digital di lingkungan sekolah.
Proses Hukum Masih Berlanjut
Hingga saat ini, Kejaksaan Agung belum mengumumkan tersangka dalam kasus tersebut. Namun, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Harli Siregar, menyampaikan bahwa pemeriksaan saksi-saksi, termasuk pejabat kementerian dan pihak swasta, terus dilakukan untuk mengungkap pihak-pihak yang bertanggung jawab.
Publik kini menanti langkah lanjutan Kejagung dalam menuntaskan pengusutan dugaan korupsi ini, yang bukan hanya menyangkut anggaran jumbo, tetapi juga menyentuh langsung masa depan pendidikan nasional.
SYUKRI I JUM