Oleh Redaksi Metrosulsel.com I 26 Juni 2025
JAKARTA – Pengamat politik dari Universitas Langlangbuana, Dosen Fisip Universitas Langlang Buana DR. Rafiwulan.SIP.MSi, mengapresiasi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait pemisahan pemilu nasional dan lokal mulai Pemilu 2029. Namun, ia menekankan bahwa tantangan terbesar bukan pada format pemilu, melainkan lemahnya fungsi pengawasan.
Putusan MK yang dibacakan Ketua MK Suhartoyo pada Rabu, 26 Juni 2025, mengabulkan sebagian gugatan yang diajukan oleh Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem). Gugatan tersebut menguji konstitusionalitas Pasal 167 ayat 3 dan Pasal 347 ayat 1 UU Pemilu, serta Pasal 3 ayat 1 UU Pilkada.
Dalam putusannya, MK memutuskan pemilu nasional — meliputi pemilihan presiden, DPR, dan DPD — akan digelar terpisah dari pemilu lokal seperti Pilkada dan DPRD, dengan jeda dua tahun enam bulan.
Rafi Wulan menilai, meskipun pemilu serentak sebelumnya dianggap efisien secara anggaran dan logistik, implementasinya tetap menyisakan banyak kerawanan. “Masalah utama bukan di serentak atau terpisahnya pemilu, tapi pada optimalisasi kinerja lembaga pengawas dan penyelenggara,” ujarnya kepada Metrosulsel.
Ia menyoroti peran Bawaslu yang menurutnya belum maksimal, terutama dalam penanganan praktik politik uang. “Bawaslu sebenarnya punya kewenangan kuat melalui Perbawaslu. Tapi dalam praktiknya, bahkan dengan dukungan Gakkumdu, penegakan hukumnya masih lemah,” katanya.
Rafi juga menyoroti perlunya penguatan hukum dan independensi Komisi Pemilihan Umum (KPU), serta memperjelas posisi Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). “Kalau DKPP bicara etik, mestinya melekat langsung pada KPU dan Bawaslu, bukan entitas yang berdiri terpisah,” ujarnya.
Di sisi lain, ia mengusulkan agar format pemilu tertutup dipertimbangkan kembali demi memperbaiki kualitas rekrutmen politik. “Langsung atau tidak langsung bukan isu utama. Tapi bagaimana pendidikan politik masyarakat bisa mengikis budaya money politic yang sudah mengakar,” ujar Rafi.
Ia menegaskan bahwa tanpa pendidikan politik yang kuat, pemilu hanya menjadi ajang transaksional yang menjauh dari substansi demokrasi.
SYUKRI