PALU — Sikap Pemerintah Kabupaten Parigi Moutong (Parimo) kembali disorot. Kali ini datang dari Sekretaris Komisi III DPRD Sulawesi Tengah, Muhammad Safri, yang menuding Pemkab Parimo mengabaikan surat resmi Gubernur Sulteng terkait penghentian aktivitas tambang ilegal di Kayuboko.
Dalam rapat gabungan komisi bersama perangkat daerah, Senin (29/9/2025), Safri menilai pembiaran tersebut mencerminkan lemahnya koordinasi dan keberanian Pemkab Parimo menegakkan aturan di sektor pertambangan.
“Surat gubernur bukan sekadar formalitas. Itu instruksi untuk melindungi lingkungan dan masyarakat. Pemkab Parimo semestinya menindaklanjuti, bukan diam seolah tak terjadi apa-apa,” tegas Safri.
Menurutnya, ketidakpatuhan ini berpotensi menimbulkan konflik sosial dan kerusakan lingkungan yang lebih besar. Safri mengingatkan, bupati tidak boleh gentar menghadapi tekanan dari kelompok kepentingan.
“Negara harus hadir melindungi rakyat. Jangan sampai ada kesan Pemkab tutup mata karena adanya intervensi dari cukong-cukong tambang,” sindirnya.
Lebih jauh, mantan aktivis PMII itu menekankan pentingnya keterlibatan aparat penegak hukum (APH) dalam mendukung penertiban. Ia menolak jika seluruh beban hanya ditimpakan kepada Pemkab.
“APH harus turun tangan. Tanpa dukungan aparat, penertiban hanya akan jadi slogan. Jangan biarkan tambang ilegal terus beroperasi dan merusak tatanan hukum,” katanya.
Safri juga mengingatkan, lemahnya pengawasan hanya akan melanggengkan praktik tambang yang sarat kepentingan segelintir pihak. Ia menegaskan, izin pertambangan rakyat (IPR) seharusnya diberikan untuk masyarakat atau koperasi, bukan menjadi kedok bagi para pemodal besar.
“Kedaulatan rakyat atas sumber daya alam mutlak dijaga. Kalau izin hanya dijadikan tameng cukong, itu bentuk pengkhianatan terhadap konstitusi,” tutup Safri.
Hingga berita ini diturunkan, Pemkab Parimo belum memberikan penjelasan resmi terkait kritik legislator tersebut maupun langkah konkret atas instruksi penghentian tambang di Kayuboko.
USMAN.A