Laporan Investigasi Khusus Redaksi
JAKARTA — Aksi besar-besaran pada 25 Agustus 2025 yang mengguncang Jakarta, Bandung, Makassar, dan Surabaya bukan hanya cerita di jalanan. Di balik ribuan massa yang turun dengan slogan #BubarkanDPR, ada perang opini yang dipicu dari jagat maya.
Investigasi Redaksi menemukan bahwa narasi ini bukan murni lahir dari keresahan publik, melainkan dirancang, diperkuat, dan dimobilisasi oleh jaringan akun X (Twitter) yang bekerja terstruktur. Analisis forensik digital menunjukkan bahwa penyebaran konten dilakukan oleh segelintir akun inti yang kemudian diamplifikasi ribuan buzzer hingga menjadi viral.
Peta Digital: Dari Satu Cuitan Jadi Ledakan Nasional
Menurut laporan Drone Emprit (15–25 Agustus 2025), slogan “Bubarkan DPR” pertama kali muncul di platform X pada 15 Agustus. Hanya dalam 72 jam, hashtag tersebut masuk Top 3 Trending Nasional dengan total interaksi mencapai 350 ribu unggahan.
Penyebaran narasi berlangsung dalam empat fase utama: Tanggal Peristiwa Utama Platform Dominan
15 Agustus Unggahan pertama “Bubarkan DPR” muncul di X. X (Twitter)
17 Agustus Hashtag mulai trending, buzzer masuk memperkuat. X & Instagram
20 Agustus Video provokatif tersebar di TikTok & YouTube. TikTok, YouTube
23 Agustus Pesan titik kumpul aksi beredar via WhatsApp. WhatsApp
25 Agustus Aksi besar pecah di berbagai kota. Semua platform
Sumber: Drone Emprit Official X : Jaringan Buzzer: 20 Akun Inti, 3.000 Akun Pendukung
Drone Emprit memetakan aktivitas mencurigakan pada 20 akun inti yang menjadi pusat penyebaran narasi. Dari 20 akun tersebut, konten diperbanyak oleh lebih dari 3.000 akun buzzer.
Empat akun yang disebut paling dominan oleh aktivis media sosial Ferry Irwandi adalah:
@Ndrewstjan : Mengunggah poster digital dan video provokatif.
@mas_veel : Memperkuat narasi dan membagikan titik kumpul aksi.
@Heraloebss : Menggiring opini publik dengan komentar politik keras.
@tekarok007 : Menjadi penghubung konten antarjaringan buzzer.
Dari jejak digital, pola aktivitasnya tidak acak. Jam unggahan, penggunaan hashtag, dan kesamaan materi konten menunjukkan indikasi koordinasi terpusat.
Sumber: Lombok Post Nasional
Strategi Amplifikasi: Operasi 3 Lapis
Dari analisis digital forensik, ditemukan pola operasi tiga lapis dalam penyebaran narasi Aksi 25 Agustus:
1. Produsen Konten (Content Creators)
Beberapa akun inti memproduksi poster, video, dan thread panjang yang memancing kemarahan publik.
2. Pasukan Amplifikasi (Buzzers)
Ribuan akun anonim bertugas melakukan retweet dan komentar terkoordinasi untuk mendorong hashtag #BubarkanDPR menjadi trending.
3. Simpatisan Publik
Pengguna umum kemudian ikut membagikan konten, membuat kampanye terlihat organik, padahal ada dorongan awal yang terstruktur.
Sumber: Tempo Investigasi.
Kepolisian RI, melalui Direktorat Siber Bareskrim, tengah melakukan penelusuran forensik digital untuk menemukan aktor intelektual di balik aksi 25 Agustus. Kapolri Listyo Sigit Prabowo menegaskan, penyidik memfokuskan investigasi pada tiga aspek:
1. Akun pertama yang memposting slogan #BubarkanDPR.
2. Jaringan buzzer yang memperkuat narasi.
3. Aliran pendanaan yang mendukung mobilisasi massa.
“Kami memetakan arus informasi dan pendanaan. Semua pihak yang terlibat, baik di lapangan maupun di dunia maya, akan kami telusuri,” ujar Listyo.
Sumber: CNN Indonesia
Analisis Redaksi: Siapa Dalangnya?
Dari seluruh temuan, ada tiga kemungkinan skenario:
1. Gerakan Organik
Murni kemarahan publik akibat menurunnya kepercayaan terhadap DPR.
2. Operasi Buzzer Independen
Jaringan buzzer memanfaatkan momentum untuk mengeruk keuntungan politik.
3. Aktor Intelektual
Ada pihak dengan kepentingan tertentu yang mendesain kampanye digital ini sejak awal.
Namun, hingga kini, tidak ada bukti final yang membenarkan salah satu skenario. Investigasi masih berlangsung.
Kesimpulan
Aksi 25 Agustus membuktikan bahwa media sosial bisa memobilisasi opini publik dengan cepat. Dengan hanya satu cuitan, ribuan orang bisa bergerak ke jalan. Namun, misteri siapa pemilik akun pertama dan siapa otak di balik amplifikasi masif ini masih belum terpecahkan.
Sementara publik bertanya-tanya, aparat terus memburu jejak digital para “dalang digital” yang bersembunyi di balik layar.
JUM / IBNU / SYUKRI