JAKARTA Metrosulsel.com – Menteri Keuangan Minta Partisipasi Swasta dan Mitra Internasional Atasi Defisit Pendanaan. Pemerintah memperkirakan kebutuhan investasi infrastruktur nasional mencapai 625 miliar dolar AS atau setara Rp10.000 triliun hingga tahun 2029. Namun, kemampuan pendanaan dari APBN dan APBD dinilai belum mencukupi.
Hal tersebut disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam pernyataan resmi, Rabu (12/6), saat menyoroti urgensi percepatan pembangunan infrastruktur di tengah ketidakpastian ekonomi global.
“Konektivitas antarwilayah dan pemerataan akses layanan dasar seperti air bersih, listrik, transportasi, dan digitalisasi membutuhkan percepatan pembangunan infrastruktur,” ujar Sri Mulyani.
“Namun, kita menghadapi tantangan krusial: pembiayaan yang belum memadai, apalagi di tengah tekanan ekonomi global yang makin kompleks.”
Menurut dia, kapasitas anggaran pemerintah pusat maupun daerah hanya mampu menutup sekitar 40 persen dari total kebutuhan investasi. Dengan kata lain, masih terdapat kesenjangan pembiayaan sebesar 60 persen atau sekitar Rp6.000 triliun yang harus dicarikan sumber pendanaannya dari luar anggaran negara.
“Kami tidak bisa mengandalkan APBN saja. Karena itu, kami menyerukan partisipasi aktif dari sektor swasta dan mitra pembangunan internasional, baik melalui skema investasi langsung, kemitraan pemerintah-swasta (KPBU), maupun blended finance,” tegasnya.
Sri Mulyani menyebut, saat ini pemerintah terus mendorong reformasi struktural dan iklim investasi yang lebih kondusif untuk menarik investor, termasuk dalam sektor-sektor strategis seperti energi baru terbarukan, transportasi berkelanjutan, dan digitalisasi infrastruktur.
“Pembangunan infrastruktur bukan sekadar proyek fisik, tetapi merupakan pondasi utama untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan merata,” tambah mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia tersebut.
Dalam catatan Kementerian Keuangan, sektor yang paling membutuhkan suntikan investasi meliputi transportasi (jalan, pelabuhan, bandara), energi, air minum dan sanitasi, perumahan, serta infrastruktur digital. Pemerintah juga membuka ruang keterlibatan lembaga keuangan internasional, sovereign wealth fund, dan investor institusional global.
Ekonom dari INDEF, Abra Talattov, menilai pernyataan Menkeu menjadi sinyal penting bahwa negara tidak bisa lagi bergantung pada pembiayaan konvensional. “Skema pembiayaan inovatif seperti blended finance, green bond, dan KPBU harus menjadi arus utama, terutama untuk proyek-proyek yang punya multiplier effect tinggi,” ujar Abra.
Sementara itu, Ketua Umum Kadin Indonesia Arsjad Rasjid menyatakan kesiapan dunia usaha untuk terlibat lebih jauh. “Dengan regulasi yang tepat dan jaminan kepastian hukum, sektor swasta siap mendukung pembangunan infrastruktur nasional,” kata dia.
Pemerintah menargetkan sejumlah proyek strategis nasional (PSN) dapat dituntaskan pada periode 2024–2029 sebagai bagian dari akselerasi pembangunan dan transformasi ekonomi.
Catatan Redaksi:
Besarnya kebutuhan pembiayaan infrastruktur ini menjadi ujian serius bagi pemerintah dalam membangun kemitraan lintas sektor dan menata ulang strategi fiskal. Tanpa kolaborasi yang konkret, ancaman kesenjangan pembangunan dan stagnasi ekonomi sulit dihindari.
JUM/BERBAGAI SUMBER