MEMBONGKAR GURITA MAFIA SOLAR SUBSIDI Oleh Redaksi Metrosulsel.com | 24 Juni 2025 SULAWESI SELATAN — Solar subsidi kian menjauh dari jeriken nelayan kecil. Bahan bakar murah itu justru mengalir deras ke tangki truk proyek, alat berat tambang, hingga kendaraan industri perkebunan. Distribusinya dikawal aparat, dikunci oleh jaringan pengepul, dan dilegalkan melalui sistem perizinan resmi. Semuanya dilakukan atas nama rakyat miskin. Selama tiga bulan terakhir, Metrosulsel.com menelusuri praktik penyimpangan distribusi BBM bersubsidi jenis solar di lima kabupaten/kota di Sulawesi Selatan: Makassar, Maros, Gowa, Takalar, dan Bone. Investigasi ini mengungkap kerja sistematis yang melibatkan pengusaha, pengelola SPBU, serta oknum TNI dan Polri. “Kalau ingin ambil solar subsidi dalam jumlah besar, tinggal setor. Nanti ada yang atur rute dan siapa yang jaga,” kata seorang sopir pelangsir solar. SPBU Gelap, Gudang Terang Seorang nelayan, mengaku setahun hanya satu kali membeli solar subsidi. “Kami beli hanya Rp6.800,perliter tapi langsung 10 drum isi 220 Liter perdrum, setelah itu kami melaut di perairan Kalimantan, empat bulan kemudian baru kami balik ke Maros, sementara kuotanya perhari 60 Liter di SPBU nelayan itu” ujarnya. Sementara SPBU lain, tim Metrosulsel.com mendokumentasikan truk-truk bertangki modifikasi datang pada siang dan malam hari. Mereka mengisi ratusan liter solar dan bolak-balik menuju lokasi penampungan. Tim juga menemukan gudang penampungan ilegal di sejumlah daerah. Setiap pekan, gudang-gudang itu bisa menyedot ribuan liter solar bersubsidi. Mereka menggunakan banyak barcode resmi milik truk truk lain saat melakukan pembelian di SPBU. Kuota Harus Habis, Petugas SPBU Main Akal Pertamina menetapkan target kuota penyaluran solar subsidi bagi setiap SPBU. Jika jatah, misalnya 500 kiloliter per bulan, tidak habis, SPBU akan dikenai sanksi pengurangan kuota atau pemutusan kontrak. Desakan ini mendorong pengelola SPBU menjual solar ke pelangsir untuk memastikan kuota terserap, sekalipun dengan cara mengakali sistem barcode kendaraan seolah olah di jual ketruk truk angkutan tambang dan ekspedisi. Solar Ilegal Lolos karena Dikordinasi Truk pelangsir solar ilegal kerap dikordinasikan dengan oknumi. Sehingga dalam proses bongkar muat pelaku pelansie tidak merasa khawatir akan razia. “Kalau tidak ada pengamanan, kami pasti sudah kena. Tapi sekarang aman karena ada kordinasi aparat juga,” kata seorang pelansir. Beberapa warga yang melaporkan penimbunan solar ke polisi justru mendapat intimidasi. “Pernah kami lapor, malah aparat yang datang menekan kami,” kata seorang warga Bone, yang meminta namanya dirahasiakan. Skema Setoran: Sistematis dan Terstruktur Distribusi ilegal solar subsidi berjalan lancar karena adanya skema setoran rutin ke berbagai pihak. Metrosulsel.com memperoleh salinan catatan keuangan dari salah satu gudang, Setoran mingguan tercatat mencapai jutaan yang dibagi untuk SPBU mitra, "keamanan jalan", dan "pengamanan internal". Seorang mantan manajer SPBU di Maros mengaku pernah diperingatkan untuk tidak terlalu banyak bertanya soal pembeli besar. “Kalau terlalu tegas, bisa disasar lewat pajak atau izin operasional,” ujarnya. Penegakan Hukum Sekadar Simbolik Razia BBM ilegal memang digelar sesekali, namun yang dijerat biasanya hanya sopir atau penampung kecil. Aktor utama nyaris tak tersentuh. Dalam beberapa kasus, seperti penggerebekan gudang solar, barang bukti solar bahkan menghilang sebelum masuk meja pengadilan. Sekretaris Jenderal LSM Pekan 21, Amir Kadir, menilai praktik mafia BBM di Sulsel berada di bawah perlindungan oknum aparat. “Ada tembok tak kasatmata. Untuk membongkarnya butuh revisi aturan dan keberanian menyentuh nama-nama besar,” ujarnya. Celah Regulasi, Mafia Bebas Berkeliaran Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi dan Perpres Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan dan Pendistribusian BBM dinilai membuka celah penyimpangan. Tak ada sistem verifikasi berbasis data valid yang memastikan penerima solar subsidi tepat sasaran. Koperasi fiktif dan kelompok tani bodong tetap bisa membeli solar di SPBU nelayan. Barcode kendaraan yang seharusnya digunakan masyarakat miskin justru dipakai petugas SPBU dan pengepul untuk menyalurkan solar ke mafia. “Basis datanya tidak jelas. Celah ini yang membuat mafia bisa beroperasi legal,” kata Safaruddin Ahmad, pengamat kebijakan publik. Solar Subsidi Dinikmati Kalangan Bermodal Di sektor pertanian, hampir tidak ditemukan petani miskin yang menggunakan solar subsidi. Justru pelaku usaha menengah dan besar yang paling menikmati—seperti pemilik pompa air, penggilingan padi, mesin panen combine, hingga mesin pengering gabah, semua itu pelaku usaha disektor pertanian. Di sektor perikanan, nelayan kecil memakai mesin berbahan bakar pertalite seperti katingting. Sementara nelayan bermodal menggunakan mesin diesel minimal 5 PK hingga kapal GT 30 ke atas yang seluruhnya berbahan bakar solar. Negara Diam Saat Rakyat Dirampok Fenomena mafia solar di Sulsel menggambarkan rusaknya sistem distribusi subsidi secara nasional. Negara gagal menjaga sumber dayanya. BBM subsidi tidak jatuh ke tangan rakyat kecil, tapi justru mengalir ke kantong aparat dan pengusaha. Tanpa reformasi menyeluruh pada sistem distribusi dan keberanian menindak oknum pelindung, praktik mafia BBM akan terus hidup. Mereka tak lagi beroperasi dalam bayang-bayang, tapi bersandar di balik pelat dinas dan surat tugas resmi. Seorang mantan pelaku mafia solar yang enggan disebut namanya menyebut jaringan besar dengan tokoh-tokoh berinisial S, A, D, HM, R, dan HS. Mereka mengendalikan distribusi dari Sulawesi Selatan menuju tambang-tambang di Sulawesi Tengah dan Tenggara. Para pemain besar ini mengoperasikan armada tangki berlabel “Transportir BBM Industri” dan memiliki jaringan pengepul di berbagai daerah. Menyulap Solar Subsidi Jadi Industri Untuk melegalkan solar subsidi yang telah ditampung, para mafia berkedok transportir menerbitkan faktur pajak. Setelah menerima purchase order dari industri, mereka membuat surat jalan dan mendistribusikan solar menggunakan truk tangki berlabel industri. Modus ini membuat seolah-olah solar diambil dari kilang Pertamina Makassar, padahal berasal dari gudang penampungan ilegal. “Di atas kertas semua legal. Padahal itu solar subsidi,” ujar sumber tersebut. Sulit Lacak Aliran ke Tambang Distribusi solar subsidi yang dialihkan menjadi BBM industri sulit dibuktikan sampai ke pengguna akhir, terutama perusahaan tambang. Solar dari mafia didistribusikan ke industri tambang nikel di Morowali (Sulawesi Tengah), Malili (Sulawesi Selatan), dan tambang lain di Sulawesi Utara serta Tenggara. Masalahnya, perusahaan tambang membeli BBM lengkap dengan faktur pajak resmi dari penyedia jasa transportir. Manipulasi dokumen inilah yang menyulitkan penegakan hukum. "Faktur pajak itulah kunci legalitas semu mereka," kata sumber investigasi. JUMADI

MEMBONGKAR GURITA MAFIA SOLAR SUBSIDI

Oleh Redaksi Metrosulsel.com | 24 Juni 2025
SULAWESI SELATAN — Solar subsidi kian menjauh dari jeriken nelayan kecil. Bahan bakar murah itu justru mengalir deras ke tangki truk proyek, alat berat tambang, hingga kendaraan industri perkebunan. Distribusinya dikawal aparat, dikunci oleh jaringan pengepul, dan dilegalkan melalui sistem perizinan resmi. Semuanya dilakukan atas nama rakyat miskin.
Selama tiga bulan terakhir, Metrosulsel.com menelusuri praktik penyimpangan distribusi BBM bersubsidi jenis solar di lima kabupaten/kota di Sulawesi Selatan: Makassar, Maros, Gowa, Takalar, dan Bone, Bulukumba, Investigasi ini mengungkap kerja sistematis yang melibatkan pengusaha, pengelola SPBU, serta oknum TNI dan Polri.
“Kalau ingin ambil solar subsidi dalam jumlah besar, tinggal setor. Nanti ada yang atur rute dan siapa yang jaga,” kata seorang sopir pelangsir solar.
SPBU Gelap, Gudang Terang
Seorang nelayan, mengaku setahun hanya satu kali membeli solar subsidi. “Kami beli hanya Rp6.800,perliter tapi langsung 10 drum isi 220 Liter perdrum, setelah itu kami melaut di perairan Kalimantan, empat bulan kemudian baru kami balik ke Maros, sementara kuotanya perhari 60 Liter di SPBU nelayan itu” ujarnya.
Sementara SPBU lain, tim Metrosulsel.com mendokumentasikan truk-truk bertangki modifikasi datang pada siang dan malam hari. Mereka mengisi ratusan liter solar dan bolak-balik menuju lokasi penampungan.
Tim juga menemukan gudang penampungan ilegal di sejumlah daerah. Setiap pekan, gudang-gudang itu bisa menyedot ribuan liter solar bersubsidi. Mereka menggunakan banyak barcode resmi milik truk truk lain saat melakukan pembelian di SPBU.
Kuota Harus Habis, Petugas SPBU Main Akal
Pertamina menetapkan target kuota penyaluran solar subsidi bagi setiap SPBU. Jika jatah, misalnya 500 kiloliter per bulan, tidak habis, SPBU akan dikenai sanksi pengurangan kuota atau pemutusan kontrak. Desakan ini mendorong pengelola SPBU menjual solar ke pelangsir untuk memastikan kuota terserap, sekalipun dengan cara mengakali sistem barcode kendaraan seolah olah di jual ketruk truk angkutan tambang dan ekspedisi.
Solar Ilegal Lolos karena Dikordinasi
Truk pelangsir solar ilegal kerap dikordinasikan dengan oknumi. Sehingga dalam proses bongkar muat pelaku pelansie tidak merasa khawatir akan razia.
“Kalau tidak ada pengamanan, kami pasti sudah kena. Tapi sekarang aman karena ada kordinasi aparat juga,” kata seorang pelansir.
Beberapa warga yang melaporkan penimbunan solar ke polisi justru mendapat intimidasi. “Pernah kami lapor, malah aparat yang datang menekan kami,” kata seorang warga Bone, yang meminta namanya dirahasiakan.
Skema Setoran: Sistematis dan Terstruktur
Distribusi ilegal solar subsidi berjalan lancar karena adanya skema setoran rutin ke berbagai pihak. Metrosulsel.com memperoleh salinan catatan keuangan dari salah satu gudang, Setoran mingguan tercatat mencapai jutaan yang dibagi untuk SPBU mitra, “keamanan jalan”, dan “pengamanan internal”.
Seorang mantan manajer SPBU di Maros mengaku pernah diperingatkan untuk tidak terlalu banyak bertanya soal pembeli besar. “Kalau terlalu tegas, bisa disasar lewat pajak atau izin operasional,” ujarnya.
Penegakan Hukum Sekadar Simbolik
Razia BBM ilegal memang digelar sesekali, namun yang dijerat biasanya hanya sopir atau penampung kecil. Aktor utama nyaris tak tersentuh. Dalam beberapa kasus, seperti penggerebekan gudang solar, barang bukti solar bahkan menghilang sebelum masuk meja pengadilan.
“Ada tembok tak kasatmata. Untuk membongkarnya butuh revisi aturan dan keberanian menyentuh nama-nama besar,” ujar salah seorang aktivis LSM Lemkira Ismail Tantu.
Celah Regulasi, Mafia Bebas Berkeliaran
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi dan Perpres Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan dan Pendistribusian BBM dinilai membuka celah penyimpangan. Tak ada sistem verifikasi berbasis data valid yang memastikan penerima solar subsidi tepat sasaran.
Koperasi fiktif dan kelompok tani bodong tetap bisa membeli solar di SPBU nelayan. Barcode kendaraan yang seharusnya digunakan masyarakat miskin justru dipakai petugas SPBU dan pengepul untuk menyalurkan solar ke mafia.
“Basis datanya tidak jelas. Celah ini yang membuat mafia bisa beroperasi legal,” kata Safaruddin Ahmad, pengamat kebijakan publik.
Solar Subsidi Dinikmati Kalangan Bermodal
Di sektor pertanian, hampir tidak ditemukan petani miskin yang menggunakan solar subsidi. Justru pelaku usaha menengah dan besar yang paling menikmati—seperti pemilik pompa air, penggilingan padi, mesin panen combine, hingga mesin pengering gabah, semua itu pelaku usaha disektor pertanian.
Di sektor perikanan, nelayan kecil memakai mesin berbahan bakar pertalite seperti katingting. Sementara nelayan bermodal menggunakan mesin diesel minimal 5 PK hingga kapal GT 30 ke atas yang seluruhnya berbahan bakar solar.
Negara Diam Saat Rakyat Dirampok
Fenomena mafia solar di Sulsel menggambarkan rusaknya sistem distribusi subsidi secara nasional. Negara gagal menjaga sumber dayanya. BBM subsidi tidak jatuh ke tangan rakyat kecil, tapi justru mengalir ke kantong aparat dan pengusaha.
Tanpa reformasi menyeluruh pada sistem distribusi dan keberanian menindak oknum pelindung, praktik mafia BBM akan terus hidup. Mereka tak lagi beroperasi dalam bayang-bayang, tapi bersandar di balik pelat dinas dan surat tugas resmi.
Seorang mantan pelaku mafia solar yang enggan disebut namanya menyebut jaringan besar dengan tokoh-tokoh berinisial S, A, D, HM, R, dan HS. Mereka mengendalikan distribusi dari Sulawesi Selatan menuju tambang-tambang di Sulawesi Tengah dan Tenggara. Para pemain besar ini mengoperasikan armada tangki berlabel “Transportir BBM Industri” dan memiliki jaringan pengepul di berbagai daerah.
Menyulap Solar Subsidi Jadi Industri
Untuk melegalkan solar subsidi yang telah ditampung, para mafia berkedok transportir menerbitkan faktur pajak. Setelah menerima purchase order dari industri, mereka membuat surat jalan dan mendistribusikan solar menggunakan truk tangki berlabel industri.
Modus ini membuat seolah-olah solar diambil dari kilang Pertamina Makassar, padahal berasal dari gudang penampungan ilegal. “Di atas kertas semua legal. Padahal itu solar subsidi,” ujar sumber tersebut.
Sulit Lacak Aliran ke Tambang
Distribusi solar subsidi yang dialihkan menjadi BBM industri sulit dibuktikan sampai ke pengguna akhir, terutama perusahaan tambang. Solar dari mafia didistribusikan ke industri tambang nikel di Morowali (Sulawesi Tengah), Malili (Sulawesi Selatan), dan tambang lain di Sulawesi Utara serta Tenggara.
Masalahnya, perusahaan tambang membeli BBM lengkap dengan faktur pajak resmi dari penyedia jasa transportir. Manipulasi dokumen inilah yang menyulitkan penegakan hukum. “Faktur – Faktur pajak itulah kunci legalitas semu mereka,” kata sumber investigasi.
Oleh : Tim Investasi