MAROS, metrosulsel.com – Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Maros, Andi Pattiroi, S.Pd., M.Pd., menegur Kepala Sekolah SMP Negeri 3 Camba, Sahabuddin, terkait dugaan pungutan liar sebesar Rp50 ribu per bulan kepada siswa. Pungutan ini sempat menjadi polemik karena disebut-sebut menjadi syarat bagi siswa untuk mengikuti ujian kenaikan kelas.
Kasus ini mencuat setelah sejumlah orang tua siswa melaporkan adanya ancaman dari pihak sekolah yang melarang siswa mengikuti ujian jika belum melunasi pembayaran tersebut. Ironisnya, ancaman itu disampaikan langsung oleh kepala sekolah kepada siswa dan orang tua mereka di ruang kerjanya.
“Siswa kami yang baru duduk di kelas VIII diancam tidak bisa ikut ujian kenaikan ke kelas IX hanya karena belum membayar iuran. Ini sangat tidak etis,” ujar Muhammad Arsyad, Kepala Desa Timpuseng, Kecamatan Camba, yang turut mengecam kebijakan sekolah tersebut.
Menurut Arsyad, praktik pungutan oleh sekolah maupun komite telah terjadi hampir setiap tahun, dengan dalih kesepakatan antara komite dan orang tua siswa. Padahal, berdasarkan aturan yang berlaku, sekolah negeri dilarang melakukan pungutan dalam bentuk apa pun, termasuk melalui komite.
Merujuk pada Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 75 Tahun 2016, komite sekolah tidak diperkenankan melakukan pungutan wajib dari orang tua atau wali murid. Dana yang dikumpulkan hanya boleh berupa sumbangan sukarela dan tidak mengikat. Hal ini sejalan dengan amanat Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas), yang menyatakan bahwa pendidikan dasar—baik SD maupun SMP—harus diselenggarakan secara gratis oleh pemerintah.
Bahkan, Ombudsman Republik Indonesia telah menegaskan bahwa pungutan yang dilakukan oleh sekolah atau komite secara tidak sah dapat dikenakan sanksi pidana. Termasuk di dalamnya pungutan untuk kegiatan non-akademik seperti acara perpisahan atau pengadaan fasilitas, jika sifatnya diwajibkan dan tidak sukarela.
Dikonfirmasi terpisah, Kadis Pendidikan Maros, Andi Pattiroi, membenarkan adanya laporan pungutan tersebut. Ia menyatakan bahwa masalah itu telah diselesaikan pekan lalu, setelah pihaknya memanggil kepala sekolah yang bersangkutan.
“Masalah ini sudah kami selesaikan minggu lalu. Saya sudah minta kepala sekolah untuk menghentikan pungutan tersebut,” tegas Pattiroi saat dihubungi Metrosulsel.com, Rabu (12/6/2025).
Pattiroi menjelaskan bahwa pungutan itu dilakukan atas dasar kesepakatan antara komite sekolah dan orang tua siswa. Namun, ia mengaku tidak mengetahui secara rinci teknis penentuan besaran iuran Rp50 ribu per bulan tersebut.
Lebih lanjut, informasi yang dihimpun menyebutkan bahwa pihak sekolah kini tengah berupaya mengembalikan uang iuran yang sempat dipungut kepada para orang tua siswa.
Mantan anggota DPRD Maros tiga periode, Arsyad, juga meminta agar insiden ini dijadikan pelajaran penting bagi seluruh sekolah di Maros. Ia menilai kasus seperti ini bisa saja terus berlanjut jika tidak terungkap oleh publik atau media.
“Kalau tidak ketahuan, mungkin pungutan seperti ini akan terus berlangsung. Saya harap ini jadi peringatan bagi semua pihak, agar tidak ada lagi praktik pungutan ilegal di sekolah negeri,” tegasnya
JUMADI