Oleh Redaksi Metrosulsel.com I 23 Juni 2025
MAROS – Kebijakan Wajib Belajar 13 Tahun kembali terganjal di Kabupaten Maros. Forum Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dan Komisi III DPRD Maros mendesak agar Dinas Pendidikan mewajibkan ijazah TK sebagai syarat masuk SD. Namun Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Maros, Andi Patiroi, tegas menolak langkah itu diberlakukan saat ini.
“Kalau ini dipaksakan, anak-anak di pedalaman yang tidak punya akses TK akan kehilangan haknya untuk sekolah,” ujar Patiroi dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama DPRD dan Forum PAUD, Minggu, 23 Juni 2024.
Penolakan Patiroi bukan tanpa alasan. Ia menyebut kondisi di lapangan belum siap. Banyak wilayah di Maros masih minim fasilitas PAUD, apalagi TK. Selain itu, biaya pendidikan yang dianggap memberatkan membuat orang tua enggan menyekolahkan anaknya ke TK.
“Jangankan uang pendaftaran, beli seragam dan bayar penamatan saja banyak yang keberatan. Ada juga biaya kunjungan ke pemadam kebakaran atau manasik haji yang dikeluhkan,” kata Patiroi. “Kalau tidak punya sepatu, pakai sandal pun tak apa. Jangan pendidikan jadi beban.”
Patiroi berdiri di tengah tekanan dua arah: desakan percepatan implementasi Wajar 13 Tahun dan realitas sosial-ekonomi warga. Ia pun berpegang pada aturan yang lebih tinggi. Menurutnya, Permendikdasmen Nomor 3 Tahun 2025 tidak mewajibkan ijazah TK sebagai syarat mutlak masuk SD.
“Dalam juknis, kami tulis ‘memiliki ijazah TK (jika ada)’. Artinya tidak wajib, tapi tetap disarankan. Itu kompromi kami agar tidak menyalahi kebijakan nasional dan juga tidak menutup akses anak-anak pelosok,” katanya.
Selain polemik soal ijazah, Forum PAUD juga sempat menuding Disdikbud menolak tim transisi PAUD. Patiroi membantah keras. Ia mengklaim program transisi sudah dirancang, namun terhambat karena anggaran yang belum cair akibat refokusing.
“Programnya sudah ada. Tapi karena refokusing, anggaran belum bisa digunakan. Bukan karena kami menolak,” tegasnya.
Rapat tersebut mencerminkan tarik-menarik antara idealisme kebijakan pendidikan nasional dan kenyataan di lapangan. Di tengah semangat meningkatkan kualitas pendidikan sejak usia dini, pemerintah daerah masih harus berhadapan dengan keterbatasan infrastruktur dan ekonomi warga.
HAMZAN