Oleh Redaksi Metrosulsel.com | 20 Juni 2025
TEHERAN – JERUSALEM – Ketegangan geopolitik antara Iran dan Israel kembali mencapai titik didih. Dalam beberapa pekan terakhir, kedua negara saling melontarkan ancaman terbuka. Iran memperkuat posisinya di Selat Hormuz dan Lebanon selatan, sementara Israel dikabarkan menyiapkan skenario serangan terbatas terhadap fasilitas nuklir Iran.
Di tengah ketegangan ini, kekhawatiran global mencuat: akankah konflik ini meledak menjadi Perang Dunia Ketiga, atau hanya jadi babak baru dalam perang proksi Timur Tengah..?
Dunia Terbelah: Siapa di Balik Iran, Siapa di Balik Israel. Peta kekuatan global memperlihatkan pembelahan yang semakin tajam. Pada Poros Teheran, Iran tak sendirian. Di balik negara Republik Islam itu berdiri Rusia dan Cina, dua kekuatan besar yang selama ini menjadi penyeimbang dominasi Amerika Serikat.
Dukungan terhadap Iran tak hanya dalam bentuk diplomasi, tapi juga logistik—terutama melalui pasokan teknologi, energi, dan kerja sama militer terbatas. Di level regional, Iran mengandalkan jaringan kelompok proksi bersenjata: Hizbullah di Lebanon, Houthi di Yaman, hingga milisi Syiah di Irak dan Suriah.
“Iran bermain lewat tangan-tangan tak terlihat. Ini bukan perang konvensional, tapi jaringan pengaruh,” kata Dr. Randa Slim, peneliti Timur Tengah di Middle East Institute, AS.
Sementara itu di Poros Yerusalem. Di sisi lain, Israel didukung penuh oleh Amerika Serikat dan blok Barat. Hubungan militer dan intelijen kedua negara ibarat simbiosis strategis. Bantuan militer rutin AS ke Israel mencapai lebih dari US$3,3 miliar per tahun.
Israel juga makin diperkuat oleh normalisasi diplomatik dengan negara-negara Arab seperti UEA, Bahrain, dan Maroko lewat Abraham Accords. Bahkan Arab Saudi, yang dulu vokal menentang Israel, kini menjalin kontak senyap atas nama kepentingan regional: membendung Iran.
Apakah Akan Meletus Perang Dunia?
Para pengamat menyebut ketegangan ini sebagai konflik paling rawan dalam dua dekade terakhir, tetapi mayoritas sepakat: potensi terjadinya Perang Dunia Ketiga masih kecil.
“Yang lebih realistis adalah perang regional multi-front, seperti Perang Yom Kippur versi modern, bukan konfrontasi global,” ujar Vali Nasr, analis geopolitik dari Johns Hopkins University.
Sementara itu, Noam Chomsky menyebut risiko terbesarnya adalah salah kalkulasi.
“Kita hidup di era tanpa sistem diplomasi efektif. Ketika mekanisme pencegah gagal, bahkan provokasi kecil bisa memicu ledakan besar.” kata Noam.
Ancaman Proxy War Skala Besar
Kawasan rawan yang berpotensi menjadi titik ledak meliputi, Lebanon Selatan – basis Hizbullah yang kini memperkuat pertahanan. Gaza dengan kelompok Jihad Islam dilaporkan memperbarui koordinasi dengan Iran.
Selat Hormuz Iran mengerahkan kapal cepat dan rudal anti-kapal. Irak & Suriah – milisi pro-Iran menunggu aba-aba. Sementara Pentagon menyatakan telah mengerahkan kapal induk tambahan ke Laut Merah. Rusia menyerukan “penahanan diri”, sementara Cina menyerukan “dialog damai dengan menghormati kedaulatan masing-masing”.
Dunia Tidak Butuh Perang Baru !
Jika satu rudal salah sasaran, atau satu milisi bertindak di luar garis, konflik bisa meluas lebih cepat dari kemampuan dunia untuk mendinginkannya. Dunia hari ini sedang lelah: dengan krisis pangan, iklim, dan ekonomi. Yang dibutuhkan bukan Perang Dunia Baru, melainkan diplomasi lama yang berani dan transparan.
Berbagai Sumber
Editor : Jumadi